Jelang Ayah Pergi
Pada tulisan sebelumnya, pernah
terkisah, saat ayah mengundurkan diri dari perusahaan. Sebab batang usia yang kian
meninggi. Inilah fitrah, tidak ada yang bisa lepas darinya. Rasulullah pernah
berpesan, bahwa manusia boleh saja lolos dari sebab-sebab kemantian. Tapi ada
satu sebab yang tiada orang mampu menghindarinya Itulah hari tua.
Resmi ayah mengundurkan diri pada
anggal 1 Maret 2011. Surat pengunduran dirinya diterima oleh PT. Sinar Kumala
Naga dengan No.037/Prs-SKN/03/2011. Mengundurkan diri dari kerja, ukan berarti
berhenti bekerja. Justru inilah titik awal ayah, memulai kerjanya yang baru.
Selepas mengundurkan diri, ayah lekas menuju Kotabaru. Maksud diri ingin
bertemu kakak iparku, Budiman. Budiman akan membantu modal untuk usaha ayah.
Sekaligus melepas rindu dengan cucu-cucunya. Di Kotabaru hanya bebearpa hari.
Lalu bertolak menuju Makassar, bersama ibu. Tanggal 26 Maret 2011, bertolak
dari Kotabaru. Sampai di Makassar tanggal 27 Maret 2011, sore harinya. Ayah
tidak sendiri. Selain bersama kekasih tercinta (ibu), para cucu pun turut
serta. Bertepatan hari libur waktu itu. Begitu berkesan saat-saat bersama ayah.
Sampai tanggal-tanggalnya, masih jelas terhapal. Tidak pernah ada yang tahu,
apalagi menyangka, kalau ini adalah detik-detik terakhir kebersamaanku dengan
ayah.
Setiba ayah di Makassar, menjadi
kesempatanku juga adikku untuk melepas rindu dengannya. Sempat saya mengambil
foto ayah. Kemudian memasukkannya di laptop. Adikku sempat berkata, “Wah ayah
gagah sekali.” Ayah, yang dipuji, hanya senyum-senyum kecil. Ayah mana yang tak
senang lagi bangga, dipuji gagah oleh anak tercinta.
Makassar, sebenarnya sekadar tempat
persinggahan saja. Ayah harus melanjutkan perjalanan, ke tujuan sebenarnya.
Sekitar 400-an km dari Kota Makassar. Ayah hendak menuju Mangkutana. Di sana,
beliau ingin mewujudkan mimpinya. Menjadi peternak ayam petelur. Sampai di
Mangkutana, subuh hari. Saat pagi tiba, ayah dan para cucunya, sudah ada di
kandang ayam. Ada ribuan ekor ayam petelur di sana. Andai ayah berumur panjang,
bisnis ini yang akan beliau geluti. Dari sopir menjadi peternak.
Dari Mangkutana, rombongan ayah
berpindah ke Malili. Kalau sekarang bukan dalam rangka bisnis. Ke Malili adalah
untuk maksud silaturahim. Di sana ada besan ayah. Setelah lepas kangen dengan
besannya, ayah kembali ke Mangkutana. Saatnya beristirahat, setelah melalui
penat perjalanan seharian. Rabu, 30 Maret 2011, lelah letih terlepas sudah.
Sekarang waktunya untuk menimba ilmu dari suami adik kandungnya yang sudah
lebih dulu beternak ayam petelur. Bisnis tanpa ilmu, itu bunuh diri namanya.
Beliau belajar banyak hal. Dan tampak semakin mantap untuk menjelajahi bisnis
barunya.
Manusia boleh berencana. Tapi Allah
penentu segalanya. Belum lagi melihat ayamnya bertelur, ayah sudah tutup usia (Kamis 31 Maret 2011).
Ya, begitu ajal. Rahasia Allah. Datangnya adalah pasti. Namun tak seorang pun
yang tahu kapan ajal datang menjemput. Ajal, tak bisa ditunda atau dipercepat
walau itu hanya sedetik. Ada yang didahului dengan pertanda sakit. Ada pula
yang tiba-tiba. Masih terlihat sehat bugar hari ini. Ternyata esok siang sudah
tinggalkan dunia. Begitulah yang berlaku pada ayah. Semua terjadi tiba-tiba.
Seperti kata pepatah, tak ada guntur, tak ada mendung, tiba-tiba hujan deras
datang tanpa permisi.
Allah juga telah mengigatkan kita melalui
Firman-Nya :
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu;
maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al
A'raf: 34)
Ajal, sebenarnya bukan kuasa manusia.
Jadi tidak perlu ditakuti. Jangan risau akan mati. Takut atau berani, maut akan
datang menjemput bila telah tiba masanya. Tugas kita adalah mempersiapkan diri.
Agar saat maut datang hendak menutup usia, kita dalam keadaan siaga.
Syukur-syukur jika dalam ketaatan kepada Allah. Sungguh sial rasanya, bagi
mereka yang kala maut datang menjemput, ternyata sementara bermaksiat. Hari kamis,
tepatnya pukul 11.00, ayah pergi. Meninggalkan sejuta kenangan dan pelajaran. Selamat
jalan ayah. (MS)
Posting Komentar untuk "Jelang Ayah Pergi"