Pacarmu Bukan Istrimu
Entah siapa yang memulai tapi kemudian seperti menjadi doktrin atau
tradisi kalau remaja itu harus berpacaran. Tidak berpacaran berarti
belum komplit menjadi remaja. Ya, itu bukan cuma di Indonesia, tapi
setahu saya terjadi di hampir seluruh dunia. Di Amerika, dari film-film
yang saya tonton dan dari cerita yang saya baca en dengar, pacaran itu
jadi kemestian. Meski seringkali berlebihan. Ada pesta dansa,
valentine’s day, dsb. Malah peluk dan cium itu sering diperagakan di
tempat-tempat umum; di taman, di bioskop, dsb. Juga tidak sedikit remaja
di Amrik sana yang melakukan seks bebas sebatas suka-suka. Istilahnya
one night stand.
Tapi benarkah itu cuma ada di Amerika yang mewakili bangsa Barat? Sayangnya, nggak juga. Di tanah air, dari yang saya lihat ternyata sudah seperti fotokopi-annya Amrik. Di mana-mana, di jalanan, nggak sedikit lho saya melihat remaja putri dipeluk pacarnya. Malah sekali dua kali saya juga melihat remaja yang sedang ‘mesra-mesranya’ pacaran berani ngesun kekasihnya di tempat-tempat umum. Terakhir hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) Yogyakarta menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi yang kuliah di sana sudah tidak gadis lagi karena pergaulan bebas.
Kalau kamu punya saudara perempuan, kamu pantas cemas. Begitupula orangtua yang punya anak perempuan. Khawatir godaan pergaulan bebas semakin menjadi-jadi.
Pada masa Rasulullah saw. ada sebuah peristiwa menarik tentang pergaulan bebas. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad diceritakan bahwa ada seorang pemuda yang mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, “Duhai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina.” Orang-orang yang berada di sekitarnya marah, tapi Rasulullah saw. menyuruh pemuda itu untuk mendekat dan duduk. Kata beliau “Apakah engkau suka (zina terjadi) pada ibumu?”
“Tidak demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusan bagi dirimu,” jawab pemuda itu.
“Maka orang-orang pun tidak suka bila itu terjadi pada ibu-ibu mereka,” kata Rasulullah saw. Beliau saw. berkata lagi pada pemuda itu, “Apakah engkau suka (zina terjadi) pada anak perempuanmu?”
“Tidak demi Allah wahai Rasulullah, Dialah yang menjadikan diriku sebagai tebusan bagi dirimu,” jawab pemuda itu.
“Dan orang-orang pun tidak menyukainya terjadi pada anak-anak perempuan mereka," kata Rasulullah saw. Beliau berkata lagi, “Apakah engkau suka (zina terjadi) pada saudara perempuanmu?”
“Tidak demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusan untukmu,” lagi-lagi pemuda itu menjawab.
“Dan orang-orang pun tidak suka itu terjadi pada saudara-saudara perempuan mereka,” kata Rasulullah saw. Beliau berkata lagi, ”Apakah engkau suka (zina terjadi) pada bibimu?”
“Tidak demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusan untukmu,” lagi-lagi pemuda itu menjawab.
“Demikian pula orang-orang pun tidak menyukainya itu terjadi pada bibi-bibi mereka,” kata Rasulullah saw. Kemudian beliau saw. meletakkan tangannya pada pemuda itu dan berdoa, “Ya Allah ampunilah dosa-dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”
Menyimak kisah di atas, sebaiknya para cowok mengukur diri, bila kita tidak suka ada laki-laki yang mengganggu, melecehkan, apalagi menodai ibu kita, saudara perempuan kita, atau mungkin bibi kita, tentunya janganlah kita melakukan hal yang serupa pada semua perempuan yang ada di bumi ini. Bukankah orang lain pun punya perasaan yang sama dengan kita, tidak ingin keluarga mereka diganggu? Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah setelah syrik dari perbuatan seorang laki-laki yang menumpahkan air maninya pada rahim yang tidak halal baginya. ”(HR. Imam Abi Dunya).
Saya membayangkan kalau semua pria di dunia berpikiran sama dengan pemuda yang ada dalam kisah di atas, bersihlah masyarakat kita dari berbagai perbuatan yang keji itu.
Buat kamu remaja putri, sadarlah kalau hubungan seks di luar pernikahan bukanlah cinta, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan cinta. Ketika teman priamu merayumu bahkan memaksamu untuk menuruti keinginan jahatnya, sesungguhnya ia tidak mencintaimu, tapi ingin memanfaatkan dirimu. Seseorang yang mencintai orang lain pastinya akan menjaga kehormatan dan kesucian orang yang dicintainya, bukan malah merusaknya.
Dan untuk kalian berdua, para cowok dan cewek, jangan tergoda dengan propaganda atau cerita-cerita orang-orang yang pernah melakukan perbuatan terlarang itu. Apa yang mereka bilang asyik dan menyenangkan hakikatnya adalah penderitaan yang di masa depan. Bayangkan betapa bencinya Allah pada orang-orang yang melakukan perzinaan.
Wahai remaja putri, jagalah harga dirimu, kehormatanmu dan farajmu. Boleh saja pacarmu bilang ‘aku pasti bertanggung jawab’, tapi itu adalah tanggung jawab di dunia, sementara di akhirat sana setiap orang bakal bertanggung jawab pada perbuatannya masing-masing. Tidak akan bisa seseorang melimpahkan urusan pahala dan dosa pada orang lain.
“…dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(TQS. Al An’aam [6] :164).
Dan belajar dari pengalaman orang lain, cowok yang memiliki kelakuan macam itu adalah cowok buaya yang tidak bakalan bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah pacarnya hamil, mungkin ia akan melarikan diri mencari pacar baru, atau menyuruh kekasihnya yang sudah telat haid itu untuk mengaborsi kandungannya. Hih!
Dengan begitu, wahai para cowok, harap diingat bahwa pacarmu bukan istrimu. Dan buat para cewek, pacarmu bukanlah suamimu. Sama sekali tidak ada ikatan apa-apa di antara kalian berdua. Sayangi masa depan kalian berdua. Jangan dihancurkan hanya dengan perasaan ‘cinta’ yang nggak jelas juntrungannya.
Terakhir, tapi ini yang terpenting, pacaran itu sendiri budaya yang asing dalam Islam. Bahkan Islam pun nggak merestuinya, karena kenyataannya pacaran lebih berupa amalan mendekati zina daripada alasan untuk ta’aruf (saling kenal) atau silaturahmi, atau apalah alasannya. Langkah yang benar adalah tidak melakukan pacaran daripada jatuh ke dalam perangkap syetan. Apalagi kalau pacaran itu sekedar main-main belaka.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(TQS. Al Israa’ [17]:32).
Ya, dengan sedih saya mendapati kenyataan kalau pergaulan bebas saat ini sudah diterima sebagai hal yang lumrah. Saya pernah membaca di satu majalah remaja yang mengajukan pertanyaan ‘aman nggak sih pacaran di kamar tidur?’, ternyata tidak sedikit yang berani mengatakan itu aman dan sah-sah saja. Sedihnya lagi adalah ada orang tua yang sumbang pendapat dalam majalah itu kalau ia percaya anaknya tidak bakal ‘ngapa-ngapain’ dan ‘diapa-apain’ meskipun berduaan dengan pacarnya di kamar tidur. Di majalah remaja putri yang lain saya membaca pembahasan ‘kapan sih saya boleh dicium pacar’. Bukannya melarang, eh sang redaktur malah memberikan tips en trik-nya. Masya Allah!
Mohon dipahami oleh kamu semua, dalam agama kita yang namanya pergaulan bebas bukan sekedar s-e-k-s, tapi berduaan, pegangan tangan, pelukan, ciuman dalam pandangan agama sudah termasuk pergaulan bebas. Karena seharusnya kan ukuran baik dan buruk itu adalah agama kita yang memang sudah pasti tolak ukurnya. Kalau kemudian ukuran baik dan buruknya perbuatan kita itu adalah nafsu kita sendiri, entah apa jadinya isi dunia kita ini.
Kayaknya saya juga harus membuat himbauan kepada para orang tua agar mereka juga menjadikan Islam sebagai ukuran pikiran dan perbuatan. Termasuk dalam cara mendidik anak-anak mereka. Banyak orang tua yang cerewet dalam urusan pendidikan sekolah atau akademik lainnya, tapi kendor atau blong dalam pendidikan agama. Di antaranya dalam soal pergaulan dengan lawan jenis ini.
Para bapak dan ibu yang dimuliakan Allah, mari kita bersama-sama menjaga akhlak anak-anak kita. Siapkan juga anak-anak kita untuk menjadi seorang ayah dan ibu bagi keluarga mereka kelak. Dan bila mereka sudah mampu segera nikahkanlah mereka dengan pasangan yang baik agama dan dunianya. Insya Allah kita akan menjadi orang tua yang disayang Allah SWT.
Sumber : halqau Center
Posting Komentar untuk "Pacarmu Bukan Istrimu"