Khilafah Bukan Cuma 30 Tahun
Sebagian kaum muslim ada yang berpendapat bahwa masa kekhilafahan hanya
berumur 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Mereka mengetengahkan
hadits-hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan ulama-ulama
lainnya.
Rasulullah saw bersabda, ”Setelah aku, khilafah yang ada pada umatku hanya berumur 30 tahun, setelah itu adalah kerajaan.”[HR. Imam Ahmad, Tirmidziy, dan Abu Ya’la dengan isnad hasan]
“Khilafah itu hanya berumur 30 tahun dan setelah itu adalah raja-raja, sedangkan para khalifah dan raja-raja berjumlah 12.”[HR.. Ibnu Hibban]
“Sesungguhnya awal adari agama ini adalah nubuwwah dan rahmat, setelah itu akan tiba masa khilafah dan rahmat, setelah itu akan datang masa raja-raja dan para diktator. Keduanya akan membuat kerusakan di tengah-tengah umat. Mereka telah menghalalkan sutr, khamer, dan kefasidan. Mereka selalu mendapatkan pertolongan dalam mengerjakan hal-hal tersebu; mereka juga mendapatkan rejeki selama-selamanya, sampai menghadap kepada Allah swt.”[HR. Abu Ya’la dan Al-Bazar dengan isnad hasan]
Hadits-hadits inilah yang dijadikan dalil bahwa masa kekhilafahan itu hanya 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Lebih dari itu, mereka juga menyatakan bahwa perjuangan menegakkan khilafah Islamiyyah hanyalah perjuangan kosong dan khayalan. Sebab, Rasulullah saw telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa masa kekhilafahan itu hanya berumur 30 tahun. Walhasil, kekhilafahan tidak mungkin berdiri meskipun diperjuangkan oleh gerakan-gerakan Islam. Kalau pun pemerintahan Islam berdiri bentuknya tidak khilafah akan tetapi kerajaan.
Lalu, apakah benar bahwa hadits-hadits di atas dalalahnya menunjukkan bahwa umur khilafah Islamiyyah itu hanya 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan?
Untuk menjawab pendapat-pendapat ini kita harus menjelaskan satu persatu maksud dari hadits-hadits di atas.
Hadits Pertama
Kata khilafah yang tercantum dalam hadits pertama maknanya adalah khilafah nubuwwah, bukan khilafah secara mutlak.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bariy berkata, “Yang dimaksud dengan khilafah pada hadits ini adalah khilafah al-Nubuwwah (khilafah yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip nubuwwah), sedangkan Mu’awiyyah dan khalifah-khalifah setelahnya menjalankan pemerintahan layaknya raja-raja. Akan tetapi mereka tetap dinamakan sebagai khalifah.” Pengertian semacam ini diperkuat oleh sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Abu Dawud,”Khilafah Nubuwwah itu berumur 30 tahun”[HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no.4646, 4647]
Yang dimaksud khilafah Nubuwwah di sini adalah empat khulafaur Rasyidin; Abu Bakar, ‘Umar , ‘Utsman, dan Ali Bin Thalib. Mereka adalah para khalifah yang menjalankan roda pemerintahan seperti Rasulullah saw. Mereka tidak hanya berkedudukan sebagai penguasa, akan tetapi secara langsung benar-benar seperti Rasulullah saw dalam mengatur urusan pemerintahan. Sedangkan kebanyakan khalifah-khalifah dari dinasti Umayyah, ‘Abbasiyyah dan ‘Utsmaniyyah banyak yang tidak menjalankan roda pemerintahan seperti halnya Rasulullah saw, namun demikian mereka tetap disebut sebagai amirul mukminin atau khalifah.
Ada diantara mereka yang dikategorikan sebagai khulafaur rasyidin, yakni Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang dibaiat pada bulan Shafar tahun 99 H. Diantara mereka yang menjalankan roda pemerintahan hampir-hampir dekat dengan apa yang dilakukan oleh Nabi saw, misalnya Al-Dzahir bi Amrillah yang dibaiat pada tahun 622 H. Ibnu Atsir menuturkan, “Ketika Al-Dzahir diangkat menjadi khalifah, keadilan dan kebaikan telah tampak di mana-mana seperti pada masa khalifah dua Umar (Umar bin Khaththab dan Ibnu Umar). Seandainya dikatakan, “Dirinya tidak ubahnya dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka ini adalah perkataan yang baik.”
Para khalifah pada masa-masa berikutnya meskipun tak ubahnya seorang raja, akan tetapi mereka tetap menjalankan roda pemerintahan berdasarkan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah Islamiyyah. Mereka tidak pernah menggunakan sistem kerajaan, kesultanan maupun sistem lainnyan. Walaupun kaum muslim berada pada masa-masa kemunduran dan keterpurukan, namun mereka tetap menjalankan roda pemerintahan dalam koridor sistem kekhilafahan bukan dengan sistem pemerintahan yang lain. Walhasil, tidak benar jika dinyatakan bahwa umur khilafah Islamiyyah itu hanya 30 tahun. Yang benar adalah, sistem kekhilafahan tetap ditegakkan oleh penguasa-penguasa Islam hingga tahun 1924 M.
Hadits Kedua & Ketiga
Kata “al-muluuk”(raja-raja) dalam hadits di atas bermakna adalah,” Sebagian tingkah laku dari para khalifah itu tidak ubahnya dengan raja-raja”. Hadits di atas sama sekali tidak memberikan arti bahwa mereka adalah raja secara mutlak, akan tetapi hanya menunjukkan bahwa para khalifah itu dalam hal-hal tertentu bertingkah laku seperti seorang raja. Fakta sejarah telah menunjukkan pengertian semacam ini. Sebab, para khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah tidak pernah berusaha menghancurkan sistem kekhilafahan, atau menggantinya dengan sistem kerajaan. Mereka tetap berpegang teguh dengan sistem kekhilafahan, meskipun sebagian perilaku mereka seperti seorang raja.
Meskipun kebanyakan khalifah pada masa dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah ditunjuk selagi khalifah sebelumnya masih hidup dan memerintah, akan tetapi proses pengangkatan sang khalifah tetap dilakukan dengan cara baiat oleh seluruh kaum muslim; bukan dengan putra mahkota (wilayat al-‘ahdi).
Makna yang ditunjuk oleh frasa “dan setelah itu adalah raja-raja” adalah makna bahasa, bukan makna istilah. Dengan kata lain, arti dari frasa tersebut adalah “raja dan sultan” bukan sistem kerajaan dan kesultanan. Atas dasar itu, dalam hadits-hadits yang lain dinyatakan bahwa mereka adalah seorang penguasa (khalifah) yang memerintah kaum muslim dengan sistem khilafah. Dituturkan oleh Ibnu Hibban, “Rasulullah saw bersabda,”Setelah aku akan ada para khalifah yang berbuat sebagaimana yang mereka ketahui dan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan kepada mereka. Setelah mereka berlalu, akan ada para khalifah yang berbuat tidak atas dasar apa yang diketahuinya dan mengerjakan sesuatu tidak atas apa yang diperintahkan kepada mereka. Siapa saja yang ingkar maka ia terbebas dari dosa, dan barangsiapa berlepas diri maka ia akan selamat. Akan tetapi, siapa saja yang ridlo dan mengikuti mereka maka ia berdosa.”
Penjelasan di atas sudah cukup untuk menggugurkan pendapat yang menyatakan bahwa sistem khilafah Islamiyyah hanya berumur 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Hadits-hadits yang mereka ketengahkan sama sekali tidak menunjukkan makna tersebut. Sistem khilafah Islamiyyah tetap berlangsung dan terus dipertahankan di sepanjang sejarah Islam, hingga tahun 1924 M. Meskipun sebagian besar khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah bertingkah laku tak ubahnya seorang raja, namun mereka tetap konsisten dengan sistem pemerintahan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw, yakni khilafah Islamiyyah.
Tugas kita sekarang adalah berjuang untuk menegakkan kembali khilafah Islamiyyah sesuai dengan manhaj Rasulullah saw. Sebab, tertegaknya khilafah merupakan prasyarat bagi tersempurnanya agama Islam. Tidak ada Islam tanpa syariah, dan tidak ada syariah tanpa khilafah Islamiyyah.
#IndonesiaMilikAllah
Rasulullah saw bersabda, ”Setelah aku, khilafah yang ada pada umatku hanya berumur 30 tahun, setelah itu adalah kerajaan.”[HR. Imam Ahmad, Tirmidziy, dan Abu Ya’la dengan isnad hasan]
“Khilafah itu hanya berumur 30 tahun dan setelah itu adalah raja-raja, sedangkan para khalifah dan raja-raja berjumlah 12.”[HR.. Ibnu Hibban]
“Sesungguhnya awal adari agama ini adalah nubuwwah dan rahmat, setelah itu akan tiba masa khilafah dan rahmat, setelah itu akan datang masa raja-raja dan para diktator. Keduanya akan membuat kerusakan di tengah-tengah umat. Mereka telah menghalalkan sutr, khamer, dan kefasidan. Mereka selalu mendapatkan pertolongan dalam mengerjakan hal-hal tersebu; mereka juga mendapatkan rejeki selama-selamanya, sampai menghadap kepada Allah swt.”[HR. Abu Ya’la dan Al-Bazar dengan isnad hasan]
Hadits-hadits inilah yang dijadikan dalil bahwa masa kekhilafahan itu hanya 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Lebih dari itu, mereka juga menyatakan bahwa perjuangan menegakkan khilafah Islamiyyah hanyalah perjuangan kosong dan khayalan. Sebab, Rasulullah saw telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa masa kekhilafahan itu hanya berumur 30 tahun. Walhasil, kekhilafahan tidak mungkin berdiri meskipun diperjuangkan oleh gerakan-gerakan Islam. Kalau pun pemerintahan Islam berdiri bentuknya tidak khilafah akan tetapi kerajaan.
Lalu, apakah benar bahwa hadits-hadits di atas dalalahnya menunjukkan bahwa umur khilafah Islamiyyah itu hanya 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan?
Untuk menjawab pendapat-pendapat ini kita harus menjelaskan satu persatu maksud dari hadits-hadits di atas.
Hadits Pertama
Kata khilafah yang tercantum dalam hadits pertama maknanya adalah khilafah nubuwwah, bukan khilafah secara mutlak.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bariy berkata, “Yang dimaksud dengan khilafah pada hadits ini adalah khilafah al-Nubuwwah (khilafah yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip nubuwwah), sedangkan Mu’awiyyah dan khalifah-khalifah setelahnya menjalankan pemerintahan layaknya raja-raja. Akan tetapi mereka tetap dinamakan sebagai khalifah.” Pengertian semacam ini diperkuat oleh sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Abu Dawud,”Khilafah Nubuwwah itu berumur 30 tahun”[HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no.4646, 4647]
Yang dimaksud khilafah Nubuwwah di sini adalah empat khulafaur Rasyidin; Abu Bakar, ‘Umar , ‘Utsman, dan Ali Bin Thalib. Mereka adalah para khalifah yang menjalankan roda pemerintahan seperti Rasulullah saw. Mereka tidak hanya berkedudukan sebagai penguasa, akan tetapi secara langsung benar-benar seperti Rasulullah saw dalam mengatur urusan pemerintahan. Sedangkan kebanyakan khalifah-khalifah dari dinasti Umayyah, ‘Abbasiyyah dan ‘Utsmaniyyah banyak yang tidak menjalankan roda pemerintahan seperti halnya Rasulullah saw, namun demikian mereka tetap disebut sebagai amirul mukminin atau khalifah.
Ada diantara mereka yang dikategorikan sebagai khulafaur rasyidin, yakni Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang dibaiat pada bulan Shafar tahun 99 H. Diantara mereka yang menjalankan roda pemerintahan hampir-hampir dekat dengan apa yang dilakukan oleh Nabi saw, misalnya Al-Dzahir bi Amrillah yang dibaiat pada tahun 622 H. Ibnu Atsir menuturkan, “Ketika Al-Dzahir diangkat menjadi khalifah, keadilan dan kebaikan telah tampak di mana-mana seperti pada masa khalifah dua Umar (Umar bin Khaththab dan Ibnu Umar). Seandainya dikatakan, “Dirinya tidak ubahnya dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka ini adalah perkataan yang baik.”
Para khalifah pada masa-masa berikutnya meskipun tak ubahnya seorang raja, akan tetapi mereka tetap menjalankan roda pemerintahan berdasarkan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah Islamiyyah. Mereka tidak pernah menggunakan sistem kerajaan, kesultanan maupun sistem lainnyan. Walaupun kaum muslim berada pada masa-masa kemunduran dan keterpurukan, namun mereka tetap menjalankan roda pemerintahan dalam koridor sistem kekhilafahan bukan dengan sistem pemerintahan yang lain. Walhasil, tidak benar jika dinyatakan bahwa umur khilafah Islamiyyah itu hanya 30 tahun. Yang benar adalah, sistem kekhilafahan tetap ditegakkan oleh penguasa-penguasa Islam hingga tahun 1924 M.
Hadits Kedua & Ketiga
Kata “al-muluuk”(raja-raja) dalam hadits di atas bermakna adalah,” Sebagian tingkah laku dari para khalifah itu tidak ubahnya dengan raja-raja”. Hadits di atas sama sekali tidak memberikan arti bahwa mereka adalah raja secara mutlak, akan tetapi hanya menunjukkan bahwa para khalifah itu dalam hal-hal tertentu bertingkah laku seperti seorang raja. Fakta sejarah telah menunjukkan pengertian semacam ini. Sebab, para khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah tidak pernah berusaha menghancurkan sistem kekhilafahan, atau menggantinya dengan sistem kerajaan. Mereka tetap berpegang teguh dengan sistem kekhilafahan, meskipun sebagian perilaku mereka seperti seorang raja.
Meskipun kebanyakan khalifah pada masa dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah ditunjuk selagi khalifah sebelumnya masih hidup dan memerintah, akan tetapi proses pengangkatan sang khalifah tetap dilakukan dengan cara baiat oleh seluruh kaum muslim; bukan dengan putra mahkota (wilayat al-‘ahdi).
Makna yang ditunjuk oleh frasa “dan setelah itu adalah raja-raja” adalah makna bahasa, bukan makna istilah. Dengan kata lain, arti dari frasa tersebut adalah “raja dan sultan” bukan sistem kerajaan dan kesultanan. Atas dasar itu, dalam hadits-hadits yang lain dinyatakan bahwa mereka adalah seorang penguasa (khalifah) yang memerintah kaum muslim dengan sistem khilafah. Dituturkan oleh Ibnu Hibban, “Rasulullah saw bersabda,”Setelah aku akan ada para khalifah yang berbuat sebagaimana yang mereka ketahui dan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan kepada mereka. Setelah mereka berlalu, akan ada para khalifah yang berbuat tidak atas dasar apa yang diketahuinya dan mengerjakan sesuatu tidak atas apa yang diperintahkan kepada mereka. Siapa saja yang ingkar maka ia terbebas dari dosa, dan barangsiapa berlepas diri maka ia akan selamat. Akan tetapi, siapa saja yang ridlo dan mengikuti mereka maka ia berdosa.”
Penjelasan di atas sudah cukup untuk menggugurkan pendapat yang menyatakan bahwa sistem khilafah Islamiyyah hanya berumur 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Hadits-hadits yang mereka ketengahkan sama sekali tidak menunjukkan makna tersebut. Sistem khilafah Islamiyyah tetap berlangsung dan terus dipertahankan di sepanjang sejarah Islam, hingga tahun 1924 M. Meskipun sebagian besar khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah bertingkah laku tak ubahnya seorang raja, namun mereka tetap konsisten dengan sistem pemerintahan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw, yakni khilafah Islamiyyah.
Tugas kita sekarang adalah berjuang untuk menegakkan kembali khilafah Islamiyyah sesuai dengan manhaj Rasulullah saw. Sebab, tertegaknya khilafah merupakan prasyarat bagi tersempurnanya agama Islam. Tidak ada Islam tanpa syariah, dan tidak ada syariah tanpa khilafah Islamiyyah.
#IndonesiaMilikAllah
Posting Komentar untuk "Khilafah Bukan Cuma 30 Tahun"