Setelah publik dipusingkan dengan harga daging, sekarang ditambah
dengan lonjakan harga bawang yang tidak terkendali, para pedagang
mengeluhkan kenaikan harga ini, terutama bawang putih yang naik sangat
fantastis sehingga menyebabkan omzet pedagang menurun secara
signifikan. Sebagaimana yang dikeluhkan Agus pedagang bawang sebuah
pasar di Jakarta Selatan karena menyebabkan konsumen membatasi pembelian
bawang: “Naiknya terlalu tinggi, menjadi Rp 45.000 (per kilogram)
sampai Rp 50.000 (per kilogram),” bahkan beberapa daerah naik sampai
sekitar Rp 80.000 per kilogram. Sementara itu, harga bawang merah yang
semula Rp 8.000 per kilogram menjadi sekitar Rp 25.000 atau bahkan Rp
40.000 setiap kilogram.
Penyebab kenaikan harga
Kebutuhan bawang di Indonesia sekitar 1,3 juta ton per tahun
sementara kemampuan produksi dalam negeri sekitar 30 persen dari total
kebutuhan tersebut, sehingga 70 persen sisanya harus diimpor dari
Thailand, Filipina, Vietnam dan Malaysia. Akan tetapi sejak Januari
hingga Juni 2013, Pemerintah mulai melakukan Pembatasan impor berbagai
komoditas yang diawali dengan pembatasan 13 komoditas hortikultura di
antaranya kentang, kubis, wortel dan cabai, pembatasan impor juga akan
diberlakukan terhadap berbagai komoditas lain secara bergantian.
Kebijakan tersebut diprotes berbagai kalangan terutama negara-negara
eksportir. Namun pemerintah tetap memberlakukan kebijakan tersebut
dengan alasan melindungi petani dan produk dalam negeri serta tidak
terus bergantung pada impor. Wakil ketua umum dewan pimpinan pusat
Himpunan Kerukunan Tani (HKTI), Rahmat Pambudi menilai, sebelum
pemerintah berhasil menjaga stok berbagai komoditas hingga mencukupi,
sebaiknya impor tidak dibatasi. Ia menegaskan pemerintah harus segera
membenahi strategi agar persoalan pangan dalam negeri tidak terus
bermasalah yang disebabkan berbagai hal termasuk terbatasnya stok.
Sementara Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PKS, Hb. Nabiel Al-Musawa
meminta Pemerintah untuk menyiapkan solusi dan langkah-langkah guna
mengatasi permasalahan kelangkaan dan kenaikan harga. Ada dua langkah
yang bisa ditempuh, yaitu langkah jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka pendek pemerintah harus melakukan intervensi dan operasi pasar,
serta membongkar dan menindak tegas spekulan yang mengambil untung
dibalik kenaikan harga bawang banyak importir bodong yang tidak
semestinya dapat kuota dan menjual-belikan kuota impor sedangkan solusi jangka panjangnya,
maka swasembada bawang melalui penyediaan lahan harus terus
diupayakan, karena permasalahan kita untuk bisa swasembada produk
pertanian terkendala ketersediaan lahan, ujarnya.
Menurut penulis, ada 2 hal yang patut kita cermati terkait krisis bawang: Pertama,
Kesalahan kebijakan dan berbelitnya aturan main yang dibuat pemerintah
dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat. Mentan Suswono mengakui
pemerintah terlambat mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
(RIPH). Sehingga importir tak bisa memasukkan bawang putih ke dalam
negeri. Kok bisa? Masih menurut Mentan, semestinya daftar importir
sudah masuk semenjak bulan Desember, karena ada sekitar 3.300 dokumen
yang harus ditandatangani Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian (P2HP) untuk setiap komoditas yang diimpor. Di sisi lain
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyalahkan ketidak-mampuan
pemerintah dalam menangani praktek kartel atau monopoli pasar dari
sekelompok pengusaha, sengaja menimbun stok barang agar harganya
melambung.
Kedua Pemerintah bermaksud membatasi kuota
impor agar menjadi insentif pendukung swasembada. Nampaknya kebijakan
yang pro rakyat. Namun harus dipahami masyarakat bahwa bawang putih
adalah tanaman subtropis yang bisa tumbuh bagus di dataran tinggi
seperti daerah Berastagi Sumut atau di kaki gunung Merapi. Tidak semua
tempat cocok untuk menanam bawang putih. Memang kebijakan untuk wujudkan
swasembada harus dilakukan! Namun bila dilakukan tanpa menyiapkan diri
tentu akan berakibat fatal pada banyak aspek kehidupan masyarakat.
Akibat langka dan mahalnya bawang, ibu-ibu menjerit karena uang
belanjanya makin tak mencukupi, para pedagang kehilangan barang dagangan
dan keuntungannya menipis, para pengusaha makanan olahan makin banyak
menggunakan MSG yang tidak thayyib dsb. Apakah petani bawang
diuntungkan? Tidak juga. Karena kenaikan bawang ini memicu inflasi.
Harga semua barang kebutuhan pokok ikut naik. Bahkan pemerintah pun
repot karena harus menjaga agar tingkat inflasi tidak mempengaruhi
tingkat suku bunga. bila tidak maka ekonomi negara tidak lagi stabil.
Inilah kebijakan yang pragmatis dari hukum buatan manusia yang
menghasilkan kontradiktif, rentan kepentingan pihak-pihak tertentu dan
tidak mampu menyelesaikan masalah secara tuntas. Karena itu perlu ada
kebijakan yang muncul dari sistem yang utuh yaitu sistem ekonomi islam
yang melahirkan politik ekonomi dan turunnya di bidang pertanian adalah
Politik Pertanian dalam Islam.
Politik Ekonomi dan Politik Pertanian dalam Islam.
Dr. Abdurrahman Al-Maliki dalam bukunya Siyasatul Iqtishadiyyah Al
Mutsla (Politik Ekonomi Agung) menyatakan bahwa politik ekonomi Islam
adalah sejumlah hukum (kebijakan) yang ditujukan untuk menjamin
terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu dan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kadar
kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer dan memberikan
kemungkinan terpenuhinya kebutuhan pelengkap pada setiap individu yang
hidup di dalam Khilafah Islamiyah, sesuai dengan syariah Islam.
Menurut Al-Maliki, dalam politik ekonomi Islam, pertanian merupakan
salah satu sumber utama ekonomi di samping perindustrian, perdagangan,
dan tenaga manusia atau jasa. Politik pertanian yang dijalankan oleh
Khilafah ditujukan untuk mewujudkan tujuan politik ekonomi Islam
tersebut sesuai dengan syariah. Secara umum, politik pertanian yang akan
dijalankan oleh Khilafah adalah sebagai berikut:
Pertama , kebijakan di sektor hulu yaitu
kebijakan untuk meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi
dan ekstensifikasi. Intensifikasi ditempuh dengan jalan penggunaan
sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk,
dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas
pertanian. Khilafah akan menerapkan kebijakan pemberian subsidi untuk
keperluan sarana produksi pertanian.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan
pertanian yang diolah. Untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang
dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian tersebut. Di
antaranya adalah bahwa negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian
yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihya’ul mawat).
Selain itu negara juga akan memberikan tanah pertanian (iqtha’) yang
dimiliki negara kepada siapa saja yang mampu mengolahnya.
Negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mencegah proses alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan nun pertanian. Hanya daerah yang
kurang subur yang diperbolehkan menjadi area perumahan dan
perindustrian. Disamping itu, negara juga tidak akan membiarkan
lahan-lahan tidur, yaitu lahan-lahan produktif yang tidak ditanami oleh
pemiliknya. Jika lahan tersebut dibiarkan selama tiga tahun maka lahan
tersebut dirampas oleh negara untuk diberikan kepada mereka yang mampu
mengolahnya. Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya,
atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya,
maka hendaknya tanahnya diambil” (HR. Bukhari)
Kedua, kebijakan di sektor industri
pertanian, karena negara hanya akan mendorong berkembangnya sektor riil
saja, sedangkan sektor non riil yang diharamkan seperti bank riba dan
pasar modal tidak akan diizinkan untuk melakukan aktivitas. Dengan
kebijakan seperti ini maka masyarakat atau para investor akan terpaksa
ataupun atas kesadaran sendiri akan berinvestasi pada sektor riil baik
industri, perdagangan ataupun pertanian. Karena itu sektor riil akan
tumbuh dan berkembang secara sehat sehingga akan menggerakkan roda-roda
perekonomian.
Ketiga, kebijakan di sektor perdagangan
hasil pertanian, yaitu untuk menjamin perdagangan produk pertanian
berjalan sesuai syariah untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap individu
masyarakat. Diantaranya adalah negara akan melarang impor selama
produksi dalam negeri masih memadai, meskipun impor tersebut secara
finansial lebih menguntungkan. Sebab impor akan menyebabkan posisi
negara Khilafah akan lemah secara ekonomi. Di samping itu negara tidak
akan bergabung dengan berbagai organisasi perdagangan dunia yang menjadi
alat imperialisme ekonomi seperti WTO, APEC, dan AFTA.
Keempat, Kebijakan-kebijakan praktis yang
mendorong kepada para petani untuk menggarap sektor pertaniannya melalui
kebijakan integral pemerintah berupa lahan yang memadai (negara bisa
memberi iqtha’ atas tanah kepada petani), benih dan pupuk yang
murah karena subsidi, pengarahan tanam dan perawatan tanaman dengan
penyuluhan kepada petani, transportasi yang mudah dan murah karena
infrastruktur jalan dan kendaraan yang layak, juga BBM murah dan paling
penting adalah adanya pasar yang adil karena tidak ada monopoli, tidak
ada penimbunan dan tidak ada pematokan harga. Demikian pula bertumpunya
ekonomi pada sektor pertanian, produksi, perdagangan dan industri akan
menstabilkan harga dan meniadakan laju inflasi. Tidak sebagaimana hari
ini yang masih bertumpu pada sektor non riil serta manusia
beraktivitas ekonomi dengan asas kebebasan memiliki dan melakukan
tindakan apa pun.
Itulah kebijakan yang akan dilakukan oleh Pemerintah dalam sistem
islam dalam kondisi normal, adapun jika terjadi kondisi tidak normal
yang menyebabkan harga-harga melambung tinggi baik karena bencana alam
atau gagal panen, Seikh Taqiyuddin An Nabhani dalam bukunya Sistem
Ekonomi Islam menguraikan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
Negara
Menghukum para penimbunan (ihtikar) dengan hukuman yang tegas
Dalam sistem islam menimbun adalah perbuatan kejahatan ekonomi yang
hukumnya disesuaikan dengan kebijakan khalifah dengan mempertimbangkan
dampak dari kejahatan yang dilakukannya.Para penimbun adalah orang-orang
yang membeli barang dalam rangka menyimpannya sehingga barang tersebut
tidak ada di pasar dan dia bisa memaksakan harga yang tinggi atas
barang tersebut karena kelangkaannya.
Operasi PasarNegara akan melakukan operasi pasar baik dengan
mengadakan barang dari daerah lain dalam wilayah Daulah Khilafah ataupun
mengimpor dari Luar Negeri. Impor bias dilakukan oleh Negara atau
Masyarakat dan tidak akan dihadapkan pada administrasi berbelit bila
barang tersebut memang bermanfaat bagi masyarakat dan juga bila
pengusaha kita bisa membelinya dari asing tanpa syarat yang menjerat.
Jangan dibayangkan bahwa kebijakan ini akan membuat pasar dalam negeri
kebanjiran produk asing dan akan membunuh hasil produksi petani lokal.
Karena prinsip kebebasan kepemilikan tidak akan menjadi mentalitas
pengusaha-pengusaha Islam.
Dari paparan di atas, jelas bahwa syariah Islam merupakan kunci
terpenting untuk menyelesaikan berbagai krisis dan problem ekonomi.
Namun syariah Islam yang mulia itu hanya dapat diimplementasikan dalam
bingkai Khilafah Islamiyah. Inilah urgensinya seruan Hizbut Tahrir
selamatkan Indonesia dengan syariah dan Khilafah yang akan memberikan
jaminan keberkahan Sebagaimana firman-Nya:
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..” (QS. Al-A’raf: 96).
Wallahu a’lam [htipress/syabab.com]
Location:
Berbagi :
Posting Komentar
untuk "Krisis Bawang: Sebab dan Solusi Menurut Sistem Ekonomi Islam"
Posting Komentar untuk "Krisis Bawang: Sebab dan Solusi Menurut Sistem Ekonomi Islam"