Kesaksian Keluarga Korban Telanjangi Kebiadaban Densus 88
Penuturan Keluarga Korban Arogansi Densus 88
Oleh: Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA (The Community of Ideological Islamic Analyst)
MAKASSAR (voa-islam.com) -
“Amat disayangkan…”, itulah kira-kira ungkapan yang mewakili banyak
orang. Ketika membaca tangapan dari pihak Polri atas evaluasi Komnas
HAM terhadap aksi Densus 88 dalam penindakan yang dipandang sudah banyak
melakukan pelanggaran HAM. Pihak Polri berkelit, bahwasanya evaluasi
itu boleh saja tapi perlu diingat para teroris itu juga melanggar HAM.
Seperti yang diberitakan oleh laman detik.com, "Kita
menghormati hasil evaluasi tersebut, tapi teroris yang membunuh orang
juga melanggar HAM," kata Karopenmas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar
saat dihubungi detik.com, Selasa (15/1/2013).
Dari
sini tampak alergi dan skeptisnya aparat terhadap kritik. Terkesan
maunya urusan kontra terorisme minus kritik, khususnya terkait
penindakan yang dilakukan oleh Densus 88.
Batapa
bopengnya hukum dan penegakkannya di Indonesia, tidak lagi bisa
dibedakan mana hukum dan penegak hukumnya. Maling itu melakukan
pelanggaran hukum, koruptor itu melakukan pelanggaran hukum, pemerkosa
itu melanggar hukum, menipu orang melanggar hukum dan pelakunya harus
mendapatkan penindakan dan hukuman yang setimpal. Tapi apakah karena
mereka dianggap atau diduga melakukan pelanggaran hukum lantas kemudian
aparat penegak hukum bebas melakukan “pengadilan jalanan”? Dan boleh
menabrak semua rambu-rambu hukum dan melanggar hak-hak dasar dan prinsip
setiap individu yang dianggap kriminil.
Inilah ketimpangan pratek law enforcement pada kasus terorisme. Dalam kasus terorisme koridor-koridor (criminal juctice system) seolah di buang ke tong sampah, hanya karena dalih terorisme adalah extra ordinary crime. Padahal korupsi, pembalakan liar hutan dan pencurian kekayaan laut juga masuk katagori extra ordinary crime, tapi tetap saja berbeda perlakuan bagi pelakunya dari pihak aparat penegak hukum. Tindakan yang extra ordinary hanya untuk kasus terorisme.
Berikut
beberapa penuturan dari keluarga korban di Makassar dan Kab.Enrekang
terkait kasus terorisme versi Densus 88. Kita buka disini agar menjadi
preferensi dan prespektif yang berbeda untuk memahami tentang pentingnya
menghargai manusia layaknya manusia.
Jika
harus pun seseorang dihukum karena tindak kejahatannya, maka biarlah
berjalan mengikuti mekanisme hukum yang juga manusiawi. Dan untuk
melahirkan kepercayaan masyarakat bahwa benar negeri ini adalah negeri
yang tegak berdiri di atas hukum yang bisa dipertanggungjawabkan.
Maka
tuntutannya adalah harus memiliki substansi hukum yang memadai dan
penegak hukum yang bermoral dan kredibel selain punya kapasitas yang
cukup profesional ketika kerja di lapangan.
Kali ini
Komnas HAM juga diuji nyalinya, masyarakat luas berharap kasus ini
tidak menjadi seperti lipstik yang demikian mudah luntur. Dari kasus
saat ini komnas HAM harus mendorong pada langkah tegas untuk evaluasi
kinerja Densus dan BNPT. Karena mereka semua bekerja dan makan dengan
uang rakyat (APBN).
Lain
soal, jika mereka dibayar oleh asing. Tapi akan menambah panjang
pertanyaan, jadi aparat penegak hukum di negeri ini bekerja untuk
kepentingan siapa? Jika kasus ini menguap begitu saja, maka ini sama
saja semacam provokasi terhadap umat Islam untuk melakukan advokasi
dengan cara yang mereka suka. Ada yang bermain api dengan umat Islam
yang dinamis menggeliat menuju kebangkitannya. Sangat riskan! Berikut
ini penuturan keluarga korban arogansi Densus 88, hasil investigasi CIIA
di pada13 Januari 2013, di Makassar.
Bunga Rosi (Istri Tamrin bin Panganro)
Rosi
menuturkan kepada CIIA; Tamrin di Makassar tinggal di Jalan Pajai, di
belakang pasar Daya. Nama lain Tamrin yang di ketahui istrinya tidak
ada. Dan beberapa latar belakang sebelum kejadian yaitu pada hari Kamis 3
Januari 2013, berangkat dari Kajang Bulukumba dan tiba di Makassar
sekitar jam 23.00 WITA.
Kemudian
kejadian esok harinya Jum’at tanggal 4 Januari 2013, sekitar jam 14.00
WITA (setelah shalat jumat). Selama ini kami menekuni usaha dagang Gula
Merah. Ke Makassar dalam rangka ingin membenahi rumah yang pernah
dibeli untuk kemudian ditinggali.
Dari
Kajang beliau mengendarai sepeda motor Shogun- R warna hitam. Rencananya
ingin membeli kap motor dan membayar pajaknya yang sudah tiga tahun
menunggak. Juga Ingin ganti plat kendaraan dan perbarui STNK. Tamrin
bolak balik Makassar-Bulukumba kurang lebih sudah sebulan.
Hari
Jum’at saat kejadian, beliau keluar setelah shalat jumat di masjid dekat
rumah untuk mengganti kap motor. Rencana setelah ganti kap motor ingin
mengganti (memperbarui) STNK. Keluar hanya membawa dompet.
Dalam
perjalanannya beliau bertemu dengan Arbain yang menanyakan hendak kemana
tujuan Tamrin.Tamrin kemudian menjelaskan maksud dan tujuannya untuk
membeli kap motor namun mengaku belum menguasai seluk beluk jalan yang
akan dilaluinya karena baru datang.
Arbain
pun kemudian menawarkan jasa untuk mengantarkan beliau sambil
menunjukkan jalan. Saya (Rosi) sama sekali tidak tahu apa salahnya
Arbain hingga ikut di tangkap Densus juga.
Saya
(Rosi) tidak menyaksikan proses penangkapan suami saya. Dan mengetahui
jika beliau ditangkap hanya dari orang-orang di luar. Sebagian informasi
kami dapatkan dari media. Saya kemudian menduga jika suami saya menjadi
salah satu korban penangkapan.
Sampai
detik ini tidak ada satu pun aparat yang pernah menghubungi saya
menyampaikan perihal keberadaan suami saya sekarang padahal sudah dua
pekan lebih sejak penangkapan. Saya tidak pernah melihat suami saya lagi
sejak Jumat itu. Saya dan keluarga sudah keliling mencari dan bertanya
namun tidak menemukan.
Selama
ini Tamrin hanya menggeluti usaha gula merah yang sebelumnya pernah
menjadi tukang kayu, dagang sapi, dan menyadap kelapa untuk membuat gula
merah. Kami pindah ke Makassar atas usul dari salah satu saudara saya
dan kemudian saya menjual tanah saya di Kajang.
Sebelumnya
saya tidak merasa dibuntuti atau diikuti. Karena selama ini kami hanya
menggeluti usaha gula merah.Tamrin juga sangat jarang keluar rumah.
Saya
tidak mengenal Arbain bin Yusuf karena dia orang sini (Makassar).
Mungkin juga dia punya usaha lain. Saat ini saya tidak tahu bagaimana
keadaan Tamrin. Saya ingin sekali mendapat kabar tentang suami saya.
Kini
istri Tamrin bersama anak-anak kecilnya tidak tau harus berbuat
apa.Karena sampai penuturan ini dipublish juga belum ada informasi dari
Densus 88 perihal Tamrin. Dan hari-harinya menjadi serba tidak menentu
dengan beban pikiran dan perasan yang tidak bisa dilukiskan. Semua jadi
serba berat menjalani tanpa kehadiran seorang suami.
Samad (adik Tamrin), menambahkan penuturanya Rosi
Saya
tidak ada dilokasi saat penangkapan tapi di kota. Saya tidak tahu kasus
penangkapan itu dan belum ada informasi dari pihak kepolisian bahwa
kakak saya ditangkap. Belum ada penjelasan kepada keluarga. Hari jumat
ditangkap sekitar jam 14.00 WITA di belakang pasar Daya lama di Jalan
Paccerakkang.Tamrin boncengan sama Arbain bin Yusuf keluar dari Kompleks
Graha Pesona.
Belum
ada informasi dimana tempat penahanannya kalau ditahan dan kalaulah luka
dimana diobati. Sudah ada beberapa tempat saya cari, di markas Brimob
di Jl. KS. Tubun, di Brimob di Jl. St. Alauddin, RS Bayangkara tidak ada
dan istrinya kemarin ke rumah sakit Daya juga tidak ada. Hanya di Polda
belum dicoba. Pernah jumpa pers di depan media Celebes TV dan Metro TV
untuk meminta informasi tentang keberadaan kakak saya.
Saya
kehilangan jejak kakak saya. Saya pernah ke LBH tapi saya tidak dapat
jalan keluar. LBH juga tidak memberi petunjuk tentang keberadaannya
kakak saya. Namun belum tahu langkah apa yang mau diambil karena belum
ditahu dimana tempatnya Tamrin.
Hari
jumat siang anaknya Tamrin dari RS Bhayangkara, 1 minggu dirawat namun
sudah keluar pagi tadi. Yang mau saya tau dimana lokasi kakak saya.
Tidak pernah ada yang datang untuk menggeledah rumah. Hanya dipasar Daya
saja langsung diculik.
Kalau
polisi punya indikasi terhadap Arbain kan dicari dulu dirumahnya, dan
memberi tahu keluarganya jika ada kejadian/tindakan. Tapi tidak pernah
ada pencarian yang berarti tidak ada indikasi. Sekarang kehilangan jejak
tentang keberadaan Tamrin. Tamrin tiga anaknya masih kecil-kecil juga.
Kondisi
keluarga masih bingung karena belum ditahu keberadaannya. Seandainya
dibertahu keberadaannya bisa diobati atau dibesuk. Dia keluar jam
setegah dua ba’da Jum’at untuk beli alat-alat motor. Kamis malam sekitar
jam 23.00 WITA dari Bulukumba.
Tahu
Arbain bin Yusuf tapi tidak terlalu kenal. Baru 2 bulan tinggal disini
tanggal 3 Desember 2012. Ia ditangkap 2 orang yang ditembak Tamrin.
Tolong fasilitasi saya untuk mencari tahu keberadaan kakak saya. TAMRIN
kelahiran 1972. Kalau dia (Densus) melakukan ini luar biasa, langsung
menembak saja tidak pernah ada pemberitahuan kepada keluarga padahal
bawa tanda pengenal (sebagai penegak hukum). Saya rencana ke Polda
sekarang.
Kalau
upaya hukum, insya Allah masih hidup dia sendiri yang akan menyampaikan
sama kita. Sekarang tidak bisa karena tidak diketahui statusya sehingga
langkah hukum tidak bisa dipastikan. Yang penting dulu menemukannya.
Karena banyak ketidak jelasan jadi saya tidak bisa menyampaikan apa-apa.
Terhadap pengelola negara sangat mengharapkan informasi tentang
keberadaan kepada kakak saya.Dimana dia? Kok seperti lenyap ditelan
bumi. Padahal jelas-jelas Densus yang ambil.
Hanadiah (Istri Asmar/korban meninggal)
Ia istri
dari Syamsuddin alias Asmar alias Abu Uswah menuturkan; pas saat jelang
kejadian, Asmar sempat masuk ke dalam rumah sakit, tiba-tiba dia keluar
pergi wudhu trus masuk masjid untuk shalat Dhuha. Tiba-tiba temannya
ditembak. Kemudian selang beberapa menit dia nyusul dari belakang karena
tidak tahu mungkin tentang hal itu. Ia pun kemudian ditembak di paha
kirinya.
Setelah
itu dia bangun, mungkin mau lari atau apalah saya tidak tahu, karena
almarhum sendiri tidak tahu apa kesalahnnya. Saat itu kakinya
dilumpuhkan dua-duanya. Ini menurut penuturan orang yang menyaksikan
disana kepada saya. Almarhum kemudian saat akan dibawa masih sempat
disiksa, dipukuli dan ditendang pake sepatu laras. Kemudian ditembak
lagi didadanya, diberondong peluru setelah tewas kemudian dimasukin
kedalam kantong plastik baru dimasukin kedalam mobil.
Saya
tidak pernah melihat jenazah almarhum. Hanya foto yang saat kejadian
yang saya sempat lihat, itupun dari mereka yang menyaksikan dilokasi.
Mereka mendokumentasikan dengan HP. Hari itu dia cuma pamit katanya
ingin menjenguk teman di rumah sakit.
Tidak
ada sama sekali dia membawa apa yang seperti dituduhkan. Dia dituduh
membawa granat, granat dari mana? Yang saya tahu dia berangkat hanya
untuk menjenguk temannya yang lagi sakit. Katanya ke rumah sakit diantar
teman, tatapi saya sendiri tidak tahu temannya itu siapa.
Sampai
saat ini tidak ada informasi dari Densus. Saya hanya ikuti melalui
berita di televisi saja. Tidak ada pemberitahuan atau surat penangkapan.
Saya
tinggal disini, KTP suami saya di BTN Mangga Tiga karena saya pernah
tinggal di sana. Menurut saya kelakuan Densus seperti binatang. Mereka
seenaknya memberondong. Orang yang lagi shlat kok ditembak, tanpa ada
pemberitahuan dan peringatan.
Bagi
saya, almarhum seperti halnya orang kebanyakan, ya biasa-biasa. Meski
pendiam tapi biasa juga Bermain dengan anak-anak, bergaul dengan
masyarakat. Biasalah. Tidak ada yang aneh-aneh dari beliau.
Beliau
sering dirumah. Kalau keluar paling dia ke masjid untuk shalat, atau
keluar belanja. Tidak ada kegiatan yang aneh. Sehari-hari almarhum
kerjanya serabutan, kerja apa yang bisa. Kadang diajak oleh temannya
kerja bangunan.
Saya
juga kaget dengan adanya peristiwa di rumah sakit itu. Tiba-tiba kok
begitu kejadiannya. Saya tidak tahu apa kegiatannya, apa pekerjaannya
terkait peristiwa itu. Demikian juga yang sudah saya sampaikan di Polda
beberapa hari setelah kejadian. Sekitar tiga atau empat hari setelah
kejadian saya menyampaikan bahwa saya tidak tahu semua tentang yang
mereka tuduhkan.
Polisi
sempat mengatakan bahwa mungkin mereka (polisi) lebih tahu. Kemudian
saya jawab, iya, kalian yang lebih tahu berarti kalian sendiri yang
menciptakan ini semua. Saya tidak tahu dan tidak pernah bertanya tentang
itu. Kalau pulang kerumah, paling-paling bergurau dengan anak-anak.
Almarhum
meninggalkan tiga orang anak. Yang paling tua, Uswatun Mawaddah saat
ini kelas 5 SD. Yang kedua laki-laki 5 tahun, Muhammad Fatih, dan yang
ketiga, Lulu, 2,4 tahun.
Almarhum
adalah tulang punggung keluarga selama ini. Entahlah, kedepannya
seperti apa setelah almarhum tidak ada. Belum jelas karena masih dalam
keadaan berduka.
Harapannya
agar jenazah almarhum segera dikembalikan. Karena keluarga menunggu
untuk dimakamkan. Densus juga harus benar dalam melakukan tugasnya.
Teliti dangan baik, Selidiki dulu dengan benar. Apalagi jika peristiwa
itu terjadi di rumah Allah SWT (masjid), sangat disayangkan. Ini sudah
menyepelekan kaum muslimin!.
Athrizah Dwi Hatmawan (Istri Arbain bin Yusuf)
Arbain
di tangkap bersama Tamrin saat mau belanja barang di pasar daya. Dwi
menuturkan; Pagi sekitar jam 09.00 WITA Arbain masih dirumah, tidur di
rumah dan mau shalat Jum’at di mesjid setempat. Tapi saya ada jadwal
masak untuk santri, makanya saya minta tolong suami saya untuk belanja
ke pasar.
Dia
ngajak pak Tamrin karena katanya sekalian mau beli kap motor. Habis
shalat jumat sampe sore suami saya tidak pulang. Lalu saya lihat berita
kalau ada yang ditangkap dipasar Daya. Lalu Saya liat di internet kalo
Arbain dan Tamrin dibuntuti dari sini.
Sempat
ada kabar kalau Arbain sudah meninggal. Namun ada teman yang cari info
ternyata sudah ada di Jakarta. Dikasih nomor telpon atas nama pak Norman
(081280464020) pengacara Densus dari jakarta. Teman saya cuma pesan
sebatas itu saja dan pada Hari Jum’at dapat surat penangkapan 1 minggu
setelah kejadian.
Ada
rencana mau dipindahkan tahunya dari berita saja. Sekarang masih belum
tahu bagaimana kepindahannya. Sempat ada kabar dan kasih informasi ke ke
saya. Hari kamis bapak saya yang di Jawa berangkat ke Jakarta sempat
melihat kondisi suami saya. Kondisinya luka ditangan bekas penangkapan
namun tidak tau pasti karena penjagaannya ketat sekali. Dan tidak sempat
banyak bertanya jadi tidak tahu persis. Tapi masih baik kondisinya.
Saya tidak melihat kejadian secara langsung tapi hanya melihat dari
berita.
Harapan
saya, Kalau pun suami saya memang salah, harusnya sesuai dengan prodesur
yaitu dikasih surat penangkapan dulu. Kalau pun suami saya disangka
terlibat dalam jaringan teroris faktanya suami saya itu sehari-harinya
hanya menjual dan tidak pernah kemana mana.
Namun
pun demikian jika bersalah harusnya sesuai prosedur penangkapan dengan
memberikan surat penangkapan bukan langsung main tangkap. Saya berharap
bisa lebih maksimal dukungannya dari umat Islam.
MuthmaInna (istri Syarifuddin)
Densus
juga mengobok-ngobok daerah Enrekang (sekitar 5 jam perjalanan darat
dari kota Makassar), dan ada 9 orang lainya yang ditarget untuk di
ambil. Dan yang menjadi target utama oleh Densus adalah Syarifudin,
dengan alasan menyembunyikan bom rakitan yang siap digunakan. Dan istri
Syarifudin menuturkan seputar penangkapan sebagai berikut;
Saya
berada di lokasi tapi tidak melihat kejadian, tetapi adik saya yang
lihat. Saya saat itu akan shalat maghrib, dan diberitahu setelah shalat.
Kejadiannya malam Sabtu pukul 18.30 WITA. Katanya, saat itu suami saya
(Syarifuddin) baru mau naik ke jalanan masuk masjid untuk shalat
maghrib, tiba-tiba motornya ditendang sama Densus dan jatuh dari motor
dan diringkus Densus. Dan ketika bilang mau solat magrib, dibentak
Densus “tidak perlu solat!”. Dan bahkan izin mau pakai celana dalam
dulu, itupun ditolak karena saat itu dia hanya pakai sarung untuk
pakaian bawahnya. Adik saya yang lihat karena suaminya juga sempat
ditangkap Densus namun telah dilepaskan.
Tempatnya
kejadian di Kampung Kalimbua Kelurahan Kalosi Selatan, Kecamatan Alla
Enrekang. Kejadiannya sangat tiba-tiba saja. Saya sama sekali sebelumnya
tidak pernah dihubungi atau tahu kejadian apa. Sebelum kejadian saya
sekeluarga hanya di Enrekang saja.
Saya
pernah baca di media bahwa suami saya pernah keluar selama dua bulan,
saya bilang ini omomg kosong dan saya bantah karena kenyataanya suami
saya selama ini berada di Enrekang sejak tahun lalu sampai tahun
sekarang.
Suami
saya kegiatannya hanya sehari-hari jual tahu sama tempe. Kalau pagi
berangkat jual tahu tempe sampai jam 9 pagi, lalu berangkat ke kebun
sampai dhuhur. Setelah itu membuat tahu tempe sampai sore, begitu terus
kegiatannya sampai penangkapan.
Saya
setelah maghrib mencari suami saya namun sudah tidak ketemu dan masjid
sudah kosong. Saya cuma diberitahu bahwa tadi ada penangkapan Densus
yang datang dengan 9 mobil avansa, mereka berpakaian preman yang
jumlahnya lebih dari 50 orang.
Setelah
penangkapan saya sudah dihubungi dan katanya sekarang dia sudah di
Mabes. kalau mau menghubungi (Syarifuddin) harus melalui pengacara saya
yang sudah disiapkan Densus.
Saya
tidak menerima kalau suami saya dituduh karena pernah lama ke luar kota,
karena suami saya tidak pernah tinggalkan daerah. Hanya pernah ke luar
ke Makassar paling lama 5 (lima) hari pergi pengajian, tidak lebih dari
itu dan itu pun bersama saya.
Kejadian
penangkapan sekitar 100 meter dari rumah saya, kejadian dekat masjid
At-Taqwa. Saat kejadian tiga orang yang ditangkap Densus, terakhir lagi
kemenakan saya Fadil alias Fahri juga diambil Densus. Yang diambil sama
Densus semua keluarga saya.
Di rumah
saya Densus mengambil barang-barang tombak, bensin 5 liter yang saya
baru beli untuk pabrik tahu, parang, pupuk untuk berkebun, bahkan
celengan kaleng yang berisi duit sekitar 400 ribu juga di ambil, Densus
juga membawa ember-ember.
Barang-barang
yang dibawa itu selama ini dipakai untuk buat tahu tempe. Rumah saya
sudah dua kali digerebek dan katanya ada senjata. Motor cicilan saya
juga diambil sama Densus. Setahu saya yang ada di pabrik tahu saya cuma
parang. Yang dikasih garis polisi kebun saya yang katanya ada senjata,
jaraknya 5 kilo meter dari rumah saya. Saya merasa suami saya tidak
punya salah atau bukti kejahatan karena saya tahu kegiatnnya
sehari-hari.
Mutthoharah (Istri Sukardi)
Istri
Sukardi menuturkan; Kejadiannya Jumat sore pukul 18.30 WITA, saya tidak
lihat pas kejadian seperti apa dan bagaimana, sampai bapaknya Abu Dzar
(Syarifuddin) jatuh, cuma pas jatuh saya sempat dengar dia berteriak
“apa salah saya”. Dia sempat memberotak tapi langsung dibekuk tangannya
kemudian kakinya, setelah itu dia diangkat dinaikkan ke mobil Avanza,
kalau tidak salah warna hijau, karena saya melihatnya dari atas rumah.
Jadi agak jauh.
Waktu
itu Saya kira ada kejadian biasa seperti tabrakan. Saya tidak tahu
kalau kejadian ternyata lain. Jadi saya masuk kembali kedalam rumah,
turun untuk ambil air wudhu kemudian naik lagi ke atas dan saya liat
sudah penuh dengan Densus. Saya melihat Densus dengan bersejata lengkap.
Ada satu orang tingi besar, memakai semacam rompi mendekati jamaah
sambil bertanya;”siapa namanya Fadli?” Suami saya menjawab bukan.
Waktu
itu suami saya duduk di teras masjid. Karena tiga kali dipanggil tidak
bergerak, akhirnya orang tadi mendekatinya dan membekuk lehernya
kemudian dibawa pergi. Karena kaget saya kemudian turun dan lompat dari
rumah, masuk gorong-gorong. Begitu mereka lihat saya keluar lalu
mengarahkan senjata sambil membentak menyuruh masuk. Katanya “Masuk!”,
trus saya bilang saya mau pergi ambil anakku, jadi saya bilang “anakku,
anakku”.
Saya
kemudian mendatangi anak-anak dan bertanya “mana bapaknya syahrul?” Saat
saya bertanya itulah saya melihat dia diseret bersama tiga orang
lainnya. saya mendengar suami saya bilang “apa salah saya?” mereka lalu
bilang “kamu keluar!, kamu keluar!” suami saya bilang “saya ndak
keluar-keluar”. Terus dia lari sambil bilang “anakku, anakku”, terus
mereka jawab bawa saja dengan anakknya. Jadi saya mecoba menarik tangan
suamiku sambil berkata “tunggu dulu, apa salahnya suamiku?” jadi dua
tangan saya masing-masing menarik suami dan anak saya.
Terus
mereka bilang “Bapak keluar, bapak keluar toh?”, saya jawab “kemana?
Tidak, bapak tidak pernah keluar. Tunggu dulu, apa salahnya suamiku ?”
mereka bilang “sebentar bu, kita mau minta keterangan saja”.
Keterangan
apa? Suamiku tidak bersalah saya bilang. Nah, disaat saya sedang
menarik tangan suamiku, kemudian datang lagi satu orang yang badannya
besar dan berkata “kalo memang tidak mau, tembak saja dia!” jadi saya
bilang tunggu dulu. Saya kemudian berhenti menarik, dan setengah
berbisik ke telinga suami saya “Pergimiki. Isya Allah itu Allah
melindungiki kalo kita tidak pernah salah. karena kita memang tidak
pernahji keluar.”
Karena
waktu itu banyak sekali mobil, saya tidak tahu ke arah mana suami saya
dibawa. Jadi waktu penangkapan itu ada banyak orang, ada jamaah di
dalam masjid. Jadi Waktu suami saya ditangkap dia sedang menemani anak
saya ke belakang yang ingin buang air besar. Itu yang kemudian Densus
katakan bahwa suami saya ingin melarikan diri. Bagaimana dia mau
melarikan diri sedang saat itu dia sedang bersama anaknya.
Pak
Sukaradi ditangkap pas setelah salat maghrib. Kalau pak syarifuddin pas
saat shalat, kalau tidak salah saat rakaat pertama. Yang saya dengar,
Saat itu dia minta untuk shalat dulu. Kata penduduk ditunggui ji memang
tapi mereka menendang motor pak Syarifuddin. Karena kaget, dia balik dan
bertanya, ada apa ini? Apa salah saya, saya mau solat dulu. Tapi mereka
bilang “tidak usahmi solat!”. Lokasi kejadiannya di Masjid Taqwa. Saat
itu ada sekitar sepuluh jamaah di dalam.
Nurlaila (Istri Fadli)
Nurlaila
menuturkan kepada CIIA; Tidak tahu apa alasan penangkapan karena saat
itu pas lagi solat maghrib. Pak Syarifuddin ditangkap saat solat, tapi
Fadli setelah solat maghrib.
Barang
yang diambil jirigen, juga uang. Rumah digeledah isinya. Ada tiga rumah
yang digeledah. Setelah penangkapan tidak ada yang dihubungi. Ada
beberapa berita dari internet yang kurang sesuai. Diberitakan suami saya
melakukan perlawanan padahal tidak ada sama sekali perlawanan waktu
ditangkap. Densus Waktu itu ada sekitar sembilan mobil. Jadi waktu malam
sabtu itu ada tiga orang yang dibawa. [Ahmed Widad]Sumber : http://www.voa-islam.com
Silahkan tinggalkan jejak dengan memberikan Komentar.......
Dokumentasi Kegiatan Foto-Foto Training Motivasi bersama Coach Sabran disini πππwww.muhammad-sabran.com/2011/08/hubungi-saya.html
Hormatku
Coach Sabranπ
Posting Komentar untuk "Kesaksian Keluarga Korban Telanjangi Kebiadaban Densus 88"