Panglima Perang Termuda
Dalam dunia kemiliteran, posisi panglima perang atau jendral biasanya ditempati oleh orang yang berusia lebih dari 40 tahun, karena dianggap mempunyai wawasan yang lebih luas dan berpengalaman. Tapi lain ceritanya dalam sejarah Islam. Posisi strategis setingkat jenderal banyak ditempati oleh kalangan belia. Salah satu diantaranya adalah Usamah bin Zaid bin Haritsah kesayangan Rasulullah SAW. Kasih sayang Beliau kepada Usamah seperti dicurahkan pada cucu Beliau, Hasan bin ‘Ali. Beliau meletakkan Usamah di salah satu pahanya dan Hasan di paha yang satunya lagi, kemudian, kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya, dan berkata, “Wahai Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka!”.
Sejak kecil, Usamah adalah anak yang pemberani. Ketika terjadi perang
Uhud, Usamah beserta serombongan anak-anak sebayanya, putra-putra para
sahabat, datang menghadap Rasulullah SAW. Mereka mendesak agar diizinkan
untuk ikut berjihad. Sebagian dari mereka diterima dan sebagian lainnya
termasuk Usamah ditolak karena masih terlalu muda. Saat itu usia usamah
baru 10 tahun. Akhirnya Usamah kecil pun pulang sambil menangis karena
sedih tak bisa ikut berjihad.
Pada saat perang Khandaq, Usamah yang waktu itu berusia sekitar 15
tahun kembali menghadap Rasulullah dan meminta bergabung dengan pasukan
mujahidin. Beliau yang melihat kesungguhan hati Usamah pun akhirnya
mengizinkan Usamah untuk turut menyandang pedang. Itulah pertama kali
Usamah terjun dalam perang sebagai pasukan.
Sejumlah peperangan yang di ikuti oleh Usamah semakin mematangkan kemampuan tempur dan jiwa kepemimpinan beliau. Pada
tahun kesebelas hijriyah, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyiapkan
pasukan untuk menggempur kekaisaran Romawi yang telah semena-mena
menghalangi dakwah Islam. Dalam barisan pasukan terdapat para sahabat
senior seperti Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin ABi Waqqas,
Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain. Namun Rasulullah mengangkat
Usamah sebagai panglima perang, padahal usia Usamah saat itu
belum genap 20 tahun. Diantara para sahabat anshar dan muhajirin ada
yang meragukan kemampuan Usamah sehingga menjadi bahan pembicaraan di
kalangan sahabat.
Berita ini pun sampai kepada Rasulullah SAW yang saat itu sedang
sakit. Beliau pun memaksakan diri untuk bangkit dan naik ke atas mimbar
masjid Nabawi dimana para sahabat sedang berkumpul. Setelah memuji Allah
dan mengucapkan syukur, beliau bersabda, “Saya mendengar pembicaraan
mengenai pengangkatan Usamah, demi Allah, seandainya kalian
menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga
kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah, Zaid sangat pantas
memegang kepemimpinan, begitu juga dengan putranya, Usamah. Kalau
ayahnya sangat saya kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka adalah
orang yang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka
juga adalah sebaik-baik manusia di antara kalian.”
Setelah Rasulullah SAW wafat, Khalifah Abu Bakar memutuskan dengan
tegas untuk meneruskan ekspedisi yang diperintahkan Rasulullah. Usamah
pun bergerak cepat meninggalkan Madinah hingga sampai di Wadilqura.
Usamah mengirim mata-mata untuk meninjau daerah Ubna, yang mendapati
pasukan Romawi tidak mengetahui akan kedatangan pasukan Usamah.
Kesempatan ini pun segera dimanfaatkan sehingga kaum Muslimin mendapat
kemenangan dan kembali ke Madinah dengan utuh dan membawa rampasan
perang yang banyak. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah terjadi
suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan
utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan
Usamah bin Zaid.”
Selama hidupnya, Usamah bin Zaid dihormati dan dicintai kaum muslimin, bukan hanya karena kecintaan Rasulullah kepada beliau, tapi juga karena
kesalehannya. Tahun 53 H / 673 M pada masa pemerintahan khalifah
Mu’awiyah, Usamah bin Zaid wafat di Jurf, 3 mil dari Madinah.
Driser, itulah cuplikan dari kisah seorang panglima perang termuda yang berani dalam membela agama Allah tanpa mempedulikan
situasi yang mengancam jiwanya. Layak banget seorang pemberani Usamah
bin Zaid masuk dalam sosok teladan kita. Ayo, kita tumbuhkan sikap
pemberani Usamah dengan mengaji dan berdakwah untuk kebangkitan Islam
dan kaum Muslimin. Allahu Akbar..!!!
Kecintaan Kaum Muslimin Kepada Usamah, Panglima Perang Termuda
Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin
Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra
Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk
Usamah empat ribu dinar, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu dinar.
Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa
Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada
keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, “Wah?! jauh sekali?!
Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi
Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan
ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada
jatah yang diterimanya.
Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, “Marhaban
bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran
dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat
Usamah menjadi komandan saya.”[]
(http://drise-online.com)
Posting Komentar untuk "Panglima Perang Termuda"