Merencanakan Keluarga Tanpa Keluarga Berencana
Oleh Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir )
Laju pertumbuhan penduduk tergolong tinggi. Di Bogor misalnya,
rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai 2,79 persen. Ketua Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor, Nia
Kurniasih mengatakan, sensus penduduk 2000 mencatat jumlah penduduk Kota
Bogor sebanyak 750.819 jiwa. Dengan laju pertumbuhan di atas 2 persen,
jumlahnya diperkirakan mencapai satu juta jiwa pada 2012.
Laju pertumbuhan penduduk idealnya 0,5 persen. “Kami harapkan tidak
ada lagi keluarga yang tidak menjadi peserta KB,” kata Nia. Untuk
menggencarkan upaya pengendalian penduduk melalui program KB, pihaknya
telah meminta dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Tahun ini, dua pihak tersebut akan menyediakan seluruh kebutuhan alat
kontrasepsi dan pendukung lainnya. Bahkan, tahun ini tidak ada
pengadaan dari APBD. Semuanya sudah dipenuhi oleh pemprov dan BKKBN
pusat (republikaonline, 19/03/2012). Hal ini sejalan dengan anggaran
untuk BKKBN 2012 yang meningkat sekitar Rp 100 miliar dibandingkan 2011.
Anggaran 2011 Rp 2,4 triliun, 2012 menjadi Rp 2,5 triliun (okezone.com,
09/12/2011).
PENGEBIRIAN
KB bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu-anak dalam rangka
mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). Ini menjadi
dasar terwujudnya masyarakat sejahtera, dengan mengendalikan kelahiran
sekaligus terkendalinya pertambahan penduduk.
Tujuan khusus KB adalah meningkatkan jumlah penduduk untuk
menggunakan alat kontrasepsi, menurunkan jumlah angka kelahiran bayi dan
meningkatkan kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan
kelahiran (Wikipedia, 20/04/2012).
Salah satu program KB yang baru-baru marak dipraktikkan adalah
vasektomi. Yakni, pemotongan saluran sperma yang menghubungkan buah
zakar dengan kantong sperma, sehingga tidak dijumpai lagi bibit dalam
ejakulat seorang pria. Tindakan sejenis pada perempuan disebut tubektomi
(Wikipedia, 20/04/2012).
Di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu misalnya, para pria
diusulkan mendapat hadiah Rp 1 juta dari kepala daerah jika bersedia
di-vasektomi (republikaonline, 13/04/2012). Ketika berita ini meluas,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Situbondo, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa
menghalalkan praktik vasektomi untuk program KB atau menjarangkan
kehamilan.
Sugiri Syarief, Kepala BKKBN, menyatakan bahwa vasektomi dulu
diharamkan karena dilakukan dengan cara memutuskan, memotong permanen
saluran vas diferens saluran sperma laki-laki dari buah zakar ke saluran
keluarnya. Tapi sekarang, vasektomi hanya mengikat saluran vas
deferens. Jika sewaktu-waktu diinginkan, maka ikatan itu bisa dibuka
kembali (suaramerdeka.com, 17/04/2012).
Padahal, meski saluran sperma yang telah dipotong/diputus bisa
disambung kembali (rekanalisasi) dengan cara microsurgery, namun
kembalinya kesuburan tidak bisa seperti semula. Semakin lama seorang
pria di-vasektomi maka kembalinya kesuburan akan berkurang. Contohnya
seorang klien yang telah di-vasektomi selama tiga tahun lalu melakukan
rekanalisasi maka kemampuan untuk mempunyai anak tinggal 50%, lalu
setelah lima tahun akan turun menjadi 20% (doktersehat.com, 01/12/2009).
Jadi, hakikatnya vasektomi dan tubektomi adalah pengebirian. Peluang
kembali untuk memiliki keturunan hampir mustahil. Hal ini diperkuat
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Niam Sholeh. Ia mengatakan,
dalam kajian ulama bahwa vasektomi dan tubektomi adalah ‘pemandulan
tetap’. Ia juga menegaskan, “Fatwa haram terhadap vasektomi dan
tubektomi sudah dikeluarkan sejak 2009 setelah MUI mendengar pendapat
ahli dan kajian dalam perspektif hukum Islam. Kami sampai pada
kesimpulan bahwa alat kontrasepsi itu adalah pemandulan tetap dan
terlarang dalam hukum Islam.” (BBC Indonesia, 17/04/2012).
Bagaimanapun, harus dipahami bersama bahwa KB bukanlah suatu
kewajiban dengan konsekuensi dosa jika tidak dilaksanakan. Karena KB
memang tidak memiliki status fardhu (wajib) sebagaimana sholat lima
waktu ataupun fardhu yang lain. Jadi tidak perlu takut berdosa jika
tidak menjadi akseptor KB.
Memang, LKKNU berniat membawa wacana fatwa wajib Keluarga Berencana
(KB) ke tengah Konferensi Besar Nahdatul Ulama 2012 di Cirebon, karena
program KB dinilai mampu membawa kemaslahatan umat (republikaonline,
15/03/2012). Namun, ayat berikut ini harus menjadi pengingat paling
awal: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (TQS Al-Maidah [05]: 50).
RENCANA ILAHI
Merencanakan keluarga agar sejahtera, bukan semata-mata dengan KB.
Apalagi jika diniatkan untuk mengerem populasi. Allah SWT memiliki
rencana tersendiri dalam pengendalian populasi. Bukankah di dunia ini
selalu ada kematian, perang, bencana alam, kecelakaan dan musibah
lainnya yang berpotensi merenggut nyawa manusia?
Mengenai kesejahteraan, juga bukan ditentukan oleh jumlah anak. Allah
SWT pun sudah menjamin rezeki tiap-tiap makhluk di muka bumi ini.
Termasuk kelahiran anak, sudah dijamin rezekinya. Sebagai muslim, tidak
ada alasan untuk khawatir atas kesejahteraan. Manusia diberi akal agar
kreatif dan berdaya menghidupi dirinya sendiri.
Firman Allah Swt:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih sendiri (belum menikah)
di antara kalian, demikian pula orang-orang yang shalih dari kalangan
budak laki-laki dan budak perempuan kalian. Bila mereka dalam keadaan
fakir maka Allah akan mencukupkan mereka dengan keutamaan dari-Nya.” (TQS An-Nuur [24]: 32).
Allah Swt juga berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan Memberi Rezeki kepada mereka
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.” (TQS Al-Israa [17]: 31).
Lebih dari itu, tujuan pembangunan institusi keluarga memang untuk
regenerasi. Pernikahan bukan sekadar legalisasi hubungan seksual. Betapa
rendahnya manusia jika itu menjadi motif utamanya. Sabda Rasulullaah
saw:
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur,
karena (pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian
di hadapan umat-umat yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 2050).
Patut diduga, pengebirian hanyalah upaya genocida terselubung dengan
motif pengendalian populasi umat Islam. Pengebirian bahkan merupakan
upaya jitu pemasaran seks bebas. Siapa bisa menjamin bahwa para
pria/wanita yang telah dikebiri akan setia pada pasangannya? Bukankah
sekarang zamannya perselingkuhan? Bukankah mereka sudah tidak memiliki
risiko hamil lagi? Wajar jika pengebirian dikhawatirkan membuka lebar
pintu seks bebas.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa fatwa penghalalan
pengebirian telah terlontar tanpa memperhatikan efek dominonya.
Mengingat, zaman kebebasan seperti saat ini masih sangat potensial
membuat para pria ataupun wanita lebih mudah tergoda untuk berzina.
Padahal zina adalah perbuatan yang dilaknat Allah Swt, sebagaimana
firman-Nya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS
Al-Israa [17]: 32). Wallaahu a’lam bish showab [].
Posting Komentar untuk "Merencanakan Keluarga Tanpa Keluarga Berencana"