Haji, Napak Tilas Perjuangan Rosulullah SAW
Oleh : DR. Muhammad Rahmat Kurnia
Setiap orang tentu rindu untuk menunaikan
ibadah haji. Tidak mengherankan setiap tahun jamaah haji meningkat.
Pada tahun 1429 H berjumlah 2,4 juta orang dan tahun 2012 meningkat
menjadi 3,5 juta umat Islam menyambut panggilan Allah SWT tersebut.
Dari Indonesia hampir setiap tahun sebanyak 200 ribu orang berangkat ke
BaitulLâh. Semua rindu. Rela mengantri selama 4 tahun,
bahkan di beberapa daerah harus menanti selama 10 tahun untuk
mendapatkan giliran naik haji. Hingga saat ini tercatat ada 1,9 juta
orang di Indonesia mengantri untuk dapat menunaikan haji.
Fenomena ini sangat membanggakan. Dalam rangka memenuhi kewajiban
dari Allah SWT kaum Muslim saling berlomba. Semua ingin lebih dulu
melaksanakan kewajiban tersebut. Mereka rela mengorbankan harta,
tenaga, bahkan jauh dari keluarga. Untuk apa? Demi menunaikan kewajiban
dari Allah Rabbul ‘âlamîn.
Hanya saja muncul pertanyaan, mengapa sikap demikian hanya terjadi
untuk menunaikan haji? Mengapa ketika Allah memerintahkan umat Islam
agar menerapkan hukum Islam secara kâffah belum ada sambutan dari 200 orang setiap tahun di Indonesia? Mengapa kewajiban dari Allah Rabb Baitullâh
untuk menerapkan syariah Islam belum mendapat sambutan seperti layaknya
sambutan terhadap kewajiban haji? Mengapa pengorbanan serupa belum
diberikan bagi perjuangan tegaknya Khilâfah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah
sebagaimana dititahkan Rasul? Padahal bukankah salah satu doa dari
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as. ketika membangun Ka’bah adalah agar
kita mengikuti ajaran Rasul? Saat itu beliau berdua berdoa: “Ya
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka al-Kitab (al-Quran) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.” (TQS al-Baqarah [2]:129).
Haji adalah ibadah. Orang-orang yang menghayati setiap aktivitas di
dalamnya akan mendapatkan banyak pelajaran. Misalnya, ketika pertama
kali memasuki kota Makkah, siapa pun tak akan tahan menahan mata
berkaca-kaca. Terbayang di benaknya, inilah kota yang di dalam al-Quran
disebut al-balad al-amîn (negeri yang aman). Pikiran pun
melayang. Di sinilah dulu Rasulullah saw. memulai dakwah dan membina
para Sahabat. Di kota inilah beliau dilempari kotoran unta, diembargo
selama dua tahun, para Sahabatnya diintimidasi, dsb. Masih ada dalam
ingatan, di kota ini pula Rasulullah saw. diancam dengan pembunuhan oleh
kaum kafir Quraisy. Mereka berunding di pusat kajian strategis mereka,
Dâr an-Nadwah, untuk melancarkan rencananya itu. Inilah kota
perjuangan awal Nabi saw. mendakwahkan Islam. Pada saat menginjakkan
kaki di kota Makkah, kecintaan kepada Allah dan Rasulullah pun
membuncah. Semangat perjuangan pun terkobarkan. Haji menjadikannya
sebagai pecinta Islam.
Pada saat menyaksikan Ka’bah, segera teringat pada al-Quran surat Quraisy: Hendaklah
mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan (TQS Quraisy [106]: 2-3).
Di tempat inilah Nabi Muhammad saw. pernah dilarang shalat oleh Abu
Jahal. Namun, beliau tetap diperintahkan untuk sujud kepada Allah.
Beliau diperintah oleh Allah SWT: Sekali-kali jangan. Janganlah kamu patuh kepada dia. Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah) (TQS al-‘Alaq [96]: 19).
Hati pun segera tertambat kepada Allah SWT. Tekad pun membaja; tekad
untuk sungguh-sungguh hanya menyembah Allah, Zat Yang Mahagagah.
Selama tawaf berkeliling Ka’bah pun teringat bahwa di Ka’bah inilah dulu
para sahabat bersama Rasulullah saw. berkumpul menyambut kemenangan futuh
Makkah. Rindu, haru dan harapan berpadu menjadi satu. Terasa
seakan-akan Bilal bin Rabbah ra. masih berdiri tegak di atas Ka’bah
mengumandangkan azan kemenangan saat futuh Makkah itu. Ketika
itu pula, muncullah harapan akan datangnya pertolongan dari Allah SWT.
Kalau dulu Rasulullah saw. diberi kemenangan dan rasa takut berubah
menjadi aman, maka kemenangan dan rasa aman itu pulalah yang akan
didapatkan oleh umat Islam di berbagai penjuru dunia. Tawaf di Ka’bah
pun membangkitkan harapan akan datangnya kemenangan.
Wukuf di Arafah. Kata Nabi, “Al-Hajju ‘arafah (Haji itu
wukuf di Arafah.” (HR Ibnu Majah). Wukuf di Arafah merupakan puncak
haji. Apa yang dilakukan di sana? Tafakur, zikir, bertobat dan berdoa
mulai zuhur hingga maghrib pada tanggal 9 Dzulhijjah. Ternyata, puncak
dari pengorbanan selama ini dalam haji adalah mengingat Allah dan
kepatuhan kepada-Nya. Saat wukuf di Arafah, umat Islam sudah seharusnya
ingat bahwa di tempat mulia itu diturunkan ayat yang menurut sebagian
ulama sebagai ayat al-Quran terakhir yang turun kepada Rasulullah
Muhammad saw. Ayat tersebut maknanya, “…Hari ini, Aku telah
menyempurnakan bagi kalian agama kalian, menyempurnakan bagi kalian
nikmat-Ku dan meridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” (TQS al-Maidah [5]:3).
Di tengah hamparan padang pasir dan naungan langit, dipanasi teriknya
sinar matahari di tengah hari bolong, kita bersimpuh di Arafah untuk
memproklamirkan diri sebagai hamba-Nya yang terbaik. Kala itu juga,
kita bertekad untuk menjalankan Islam dengan sepenuhnya, menjadi pembela
Islam dengan penuh amanah. Di tempat Allah SWT menurunkan ayat tadi,
di situlah kita menyambut seruan-Nya. Hati pun menjerit menembus langit
dan berkata, “Ya, Allah, di tempat ini, engkau telah menetapkan Islam
sebagai aturan hidupku. Karena itu, saksikanlah ya Allah, di tempat ini
pula aku bertekad akan menjadikan Islam sebagai jalan hidupku dan aku
akan menggapai keridhaan-Mu dengan mewakafkan hidupku ini untuk Islam.
Saksikanlah, ya Rabb…”
Begitu juga, ketika melempar jamarat. Bukan sekadar melempar
kerikil. Di sana ada tempat yang namanya ‘Aqabah, sehingga dikenal
dengan istilah Jumratul ‘Aqabah. Tidak jarang, orang lupa
bahwa di sana pernah terjadi peristiwa penting. Rasulullah saw.
kedatangan 12 utusan dari Madinah pada tahun 11 kenabian. Lalu, tahun
depannya datang 75 orang para penghulu Madinah untuk menyerahkan
kekuasaan mereka kepada Nabi saw. Di situlah tonggak penegakkan
pemerintahan Islam pertama di Madinah terjadi. Tidak mengherankan,
setiap datang untuk melempar jamarat, peristiwa itu terngiang-ngiang
terus. Terbayang, bagaimana para pemimpin Madinah berkomitmen untuk
membela dakwah Rasul saw. melebihi pembelaannya kepada anak, istri dan
harta kekayaannya. Di tempat mulia itulah terjadi titik pemisah antara
Rasulullah yang tidak memiliki kekuasaan dengan Rasulullah yang memiliki
kekuasaan. Di ‘Aqabah itulah titik awal tegaknya pemerintahan Islam
mulai bersinar. Muncullah tekad untuk terus berjuang demi tegaknya
syariah dan Khilafah, pemerintahan Islam sepeninggal Rasulullah saw.
Tidak terasa, mulut pun bergumam, “Ya Allah, pemilik ‘Aqabah.
Berikanlah kesempatan kepadaku untuk dapat menyaksikan sinar fajar
Khilafah, kekuasaan Islam yang telah Engkau janjikan.” Jadi, ada hal
lain dalam ibadah haji: napak tilas perjuangan Rasul saw. Wallâhu a’lam. []
Semoga kelak saya bersama keluarga dapat melakukan Napak Tilas Perjuangan Rosulullah SAW. #Umrah2018 Amin
Semoga kelak saya bersama keluarga dapat melakukan Napak Tilas Perjuangan Rosulullah SAW. #Umrah2018 Amin
Hormatku
Muhammad Sabran🙏
http://wa.me/6285299197534
Silahkan lihat juga Dokumentasi Kegiatan Foto-Foto Training Motivasi bersama Coach Sabran disini 👉👉👉www.muhammad-sabran.com/2011/08/hubungi-saya.html
Silahkan lihat juga Dokumentasi Kegiatan Foto-Foto Training Motivasi bersama Coach Sabran disini 👉👉👉www.muhammad-sabran.com/2011/08/hubungi-saya.html
👇👇Like, Follow, Subscribe dan Join Akun SOSMED Saya👇👇
Like : Fans Page FB Muhammad Sabran
Follow : IG @muhammad_sabran
Subscribe : Youtube Coach Sabran
Join : Telegram Coach Sabran
Posting Komentar untuk "Haji, Napak Tilas Perjuangan Rosulullah SAW"