Tawuran PELAJAR Seolah Menjadi Mata Pelajaran WAJIB.
Tauran pelajar seolah
sudah menjadi “ TRADISI BARU” dikalangan para pelajar. Dan tentu
ini adalah tamparan keras buat sekolah yang terlibat, dinas
pendidikan dan Kementrian (pendidikan dan kebudayaan.
Kita tentu merasa
bersedih ketika melihat pemberitaan di beberapa Media Elektronik
beberapa hari terakhir, seakan tidak pernah lupa untuk menyampaikan
berita Tawuran. Baru-baru ini (26/9) kita dikejutkan dengan tewasnya
Dany (17) pelajar SMK Yayasan Karya Kampung melayu yang terlibat
tawuran dengan pelajar SMK Kartika. Sebelumnya Senin (24/9) seorang
pelajar juga tewas saat terjadi tawuran antara pelajar SMAN 6
Bulungan dengan SMAN 70 dikawasan bulungan Jakarta Selatan. Dan yang membuat kita
terkejut adalah ketika (Mendikbud) Muhammad Nuh Mungunjungi salah
satu pelaku (AD) di Mapolres Jakarta Selatan, Sang pelaku bahkan
berkata puas atas tindakannya.
Bahkan bukan cuma
dikalangan para pelajar bentrok terjadi, di kalangan Mahasiswapun
seolah tidak mau ketinggalan. Kita masih ingat kejadian di Fakultas
Teknik Universitas Muslim Indonesia (20/9), hanya karena masalah
sepeleh akhirnya mahasiswa saling serang dan dalam kejadian tersebut
satu mahasiswa tewas menjadi korban.
Apakah seperti ini hasil
Sistem Pendidikan kita?
Tegok saja di di Tahun
2010 ada 128 Kasus Tawuran antar pelajar dan Tahun 2011 ada 139
Kasus. Dengan korban jiwa 39 Anak. Dan kasus tawuran antar pelajar
ini cenderung meningkat setiap tahunnya. Di Tahun 2012 ini
Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak sedikitnya
ada 16 siswa yang tewas dari 86 kasus tawuran sepanjang tahun ini.
Padahal semestinya
pendidikan merupakan upaya sadar, struktural dan sistematis untuk
membentuk manusia yang berkarakter. Dan memiliki kepribadian Islam.
Dalam Islam Suksesnya
pendidikan tanggungjawab bersama antara individu, masyarakat dan
negara, tetapi pembiayaan pendidikan sepenuhnya tanggung jawab
negara, Negara harus memberikan pendidikan yang murah bahkan gratis
dan BERKWALITAS. Terjadi sinergis yang kuat antara individu,
masyarakat dan negara. Namun berbeda dengan sistem pendidikan saat
ini yang berasaskan sekulerisme dan liberalisme, sistem pendidikan
sekarang tidak terjadi sinergis antara ketiga peran fungisonal
tersebut.
Mengutip Tulisan Dari
Marini Wijayanti,
M.Si. (Praktisi
Pendidikan; Sumsel)
Agar keluaran
pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah
sistem pendidikan terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya
terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus
memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul.
Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus menjadi
perhatian, yaitu:
Pertama, sinergi antara
sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus
melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas
menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga
unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping
masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.
Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban
berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di
tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks
bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi
masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah
berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi
kurang optimum. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga
kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan
tersebut.
Kedua, kurikulum yang
terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan
Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan
bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap
jenjangnya.
Selain muatan penunjang proses pembentukan
kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari
tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu
Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara
bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik
berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
Pada tingkat dasar atau menjelang usia balig (TK dan
SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar,
umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya.
Khalifah Umar bin al-Khaththab, dalam wasiat yang dikirimkan kepada
gubernur-gubernurnya, menuliskan, “Sesudah itu, ajarkanlah kepada
anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka
adab sopan-santun dan syair-syair yang baik.”
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada
Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, “Sesungguhnya anakku ini adalah
cahaya mataku. Saya mempercayaimu untuk mengajarnya. Hendaklah engkau
bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Pertama, saya
mewasiatkan kepadamu agar engkau mengajarkan kepadanya al-Quran,
kemudian hapalkan kepadanya al-Quran…”
Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing
dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau
kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum
Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi
selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan
bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami
cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
Wallâhu a’lam
bi ash-shawâb.
Hormatku
+Muhammad Sabran Ingin Ngobrol bersama saya Like Fans Page MS- Muhammad Sabran atau Follow Twitter @MuhammadSabran
Posting Komentar untuk "Tawuran PELAJAR Seolah Menjadi Mata Pelajaran WAJIB."