Tertawa dan Menangis
oleh Ustadz Abu Ridha
"Orang yang melakukan dosa dalam keadaan tertawa akan dijebloskan ke dalam Neraka dalam keadaan menangis dan orang yang melakukan ketaatan dalam keadaan menangis akan dimasukkanoleh Allah ke Surga dalam keadaan tertawa."—(Ahli Zuhud)
"Orang yang melakukan dosa dalam keadaan tertawa akan dijebloskan ke dalam Neraka dalam keadaan menangis dan orang yang melakukan ketaatan dalam keadaan menangis akan dimasukkanoleh Allah ke Surga dalam keadaan tertawa."—(Ahli Zuhud)
Tertawa dan menangis adalah aktivitas fisik khas manusia. Bagi
manusia, keduanya bersifat asasi, muncul sejalan dengan kemanusiaannya,
sebagai fithrahnya yang orisinal. Dalam kehidupan keseharian, keduanya
menjadi 'bahasa' komunikasi seseorang yang mengungkapan rasa cinta dan
kegembiraan atau rasa kecewa dan kesedihan yang memenuhi suasana
batinnya.
Kemelekatan tertawa dan menangis dengan kemanusiaan dinyatakan oleh Sang Pencipta dalam wahyu-Nya, "Dan bahwasannya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis." (QS. al-Najm [53] : 43). Manusia yang tak dapat tertawa dan menangis dinilai sebagai makhluk yang berhati batu.
Sebagai aktivitas fisik, tertawa atau pun menangis adalah akibat,
bukan sebab. Pada umumnya ada stimulus (rangsangan) atau triger
(pencetus) tertentu, seperti peristiwa sosial berupa kesenangan,
kegembiraan, kebaikan, kejelekan, kemalangan, kelucuan, atau kekonyolan,
yang membuat situasi batin seseorang gembira atau sedih.
Oleh sebab itu, normalnya, tertawa atau menangis, merupakan cermin
otentik situasi batin. Ketika situasi batin seseorang sedang diliputi
suasana kegembiraan, ia lantas bisa tertawa. Sebaliknya ketika situasi
batinnya diliputi kesedihan, ia lantas menangis. Akan tetapi dalam hal
menghadapi stimulus atau triger tersebut, bahkan dengan pemicu yang
sama, kepekaan seseorang bisa berbeda-beda.
Ada yang begitu pekanya sehingga ia mudah tertawa atau menangis.
Tetapi, ada pula yang tidak, sehingga ia tak mudah tertawa atau
menangis. Bahkan orang-orang tertentu dapat “tertawa” dalam situasi
batin yang penuh kesedihan dan “menangis” dalam situasi batin yang penuh
keriangan. Misalnya orang yang terkena penyakit diskongruen, yaitu
ketidakselarasan antara yang dirasakan dengan yang diungkapkan.
Oleh sebab tertawa dan menangis melekat dengan karakteristik
kemanusiaan, maka banyak manfaat yang lahir dari keduanya. Misalnya,
bagi kesehatan ruhani dan jasmani. Tertawa dapat memperkokoh kesehatan
dan menangis dapat menjadi pintu untuk menumpahkan beban yang berat yang
menyesakkan dada.
Dalam hadis, banyak riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw
tertawa ketika menemukan sesuatu yang menyenangkannya dan bahkan sering
bersenda gurau meskipun tidak sampai melewati batas yang hak.
Nabi Sulaeman juga dikisahkan dalam al-Quran tertawa ketika beliau
mendengar teriakan seekor semut yang mengomandoi kawan-kawannya untuk
masuk sarang agar tidak terinjak Nabi Sulaeman dan bala tentaranya.
قَالَتْ يَا أَيُّهَا المَلَأُ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ ﴿٢٩﴾
“Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.” (QS. al-Naml [27] : 19)
Dalam Islam, baik tertawa atau pun menangis harus proporsional, pada
tempatnya, dan tetap berada dalam batas-batas kesopanan dan kebenaran.
Tegasnya, tidak boleh melampaui batas-batas kewajaran yang dibenarkan
agama.
Dalam hal tertawa misalnya, tidak boleh menertawakan kemalangan orang
lain. Atau dalam hal menangis, karena ditinggalkan orang yang
dicintainya tidak boleh sampai ke tingkat meratap apalagi sampai
meraung-raung.
Sesungguhnya hidup itu sebuah pilihan. Pilihan untuk taat kepada
kehendak-kehendak Allah Swt yang tertuang dalam wahyu-Nya. Apa pun
resiko yang akan dihadapi. Atau, melakukan dosa pembangkangan
terhadapnya, pilihan untuk Dunianya atau untuk Akhiratnya. Sedangkan
pilihan seseorang mencerminkan tingkat kualitas dan kecerdasan
intelektualitas dan spiritualitasnya.
Misalnya dalam menjatuhkan pilihan antara kepentingan Dunianya dan
kepentingan Akhiratnya. Menghadapi pilihan itu, banyak manusia yang
bersikap terrbalik. Tidak selaras dengan hakikat Dunia dan hakikat
Akhirat.
Kalau kita amati dengan seksama, banyak orang yang begitu antusias
menyongsong Dunia sedangkan hakikat Dunia yang sedang disongsongnya itu,
dengan sangat meyakinkan, sedang berproses meninggalkan diri mereka.
Banyak pula orang yang membelakangi Akhiratnya. Padahal setiap diri,
pada hakikatnya, mereka sedang menuju dan menyongsongnya. Rasulullah Saw
bersabda,
”Manusia yang paling cerdas ialah yang terbanyak mengingat
kematian dan yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian.
Mereka itulah orang yang benar-benar cerdas, dan mereka akan pergi ke
Akhirat dengan membawa kemuliaan Dunia dan kemuliaan Akhirat. (HR. al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)
Ketika seseorang telah menjatuhkan pilihannya dan kemudian
menindaklanjutinya dalam bentuk perbuatan, maka pilihan dan perbuatannya
itu lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Selanjutnya kebiasaan itu,
secara terus-menerus, berproses di dalam dirinya hingga membentuk
kepribadiannya yang khas.
Kepribadian seseorang itu sangat dipengaruhi oleh nilai yang
diserapnya melalui penghayatan yang kemudian membentuk visi pribadinya
yang kemudian mengendap ke wilayah kalbunya. Visi yang mengendap itu
kemudian membentuk suasana kejiwaannya yang khas pula, yang secara
keseluruhan wujud dalam bentuk mentalitas yang disebut sikap.
Sikap tersebut terus berproses dalam diri seseorang sejalan dengan
realitas aktual yang dihadapinya dan seterusnya mengalir ke wilayah
fisik hingga melahirkan tindakan atau perbuatan. Ketika sikap dan
tindakanya menjadi dominan, maka secara akumulatif mempengaruhi
kehidupannya hingga membentuk citra diri yang khas.
Atas dasar itu, seseorang bisa jadi akan tertawa terbahak-bahak
ketika ia melakukan dosa dikarenakan citra dirinya sebagai pendosa telah
membuatnya merasa senang dan bahkan bangga berlumur dosa. Dia akan
kehilangan kepekaan emosinya terhadap nilai-nilai kebaikan. Pada umumnya
orang yang merasa senang dan bangga dengan kemaksiatan yang
dilakukannya akan mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari
perbuatan dosa.
Ketika seseorang atau sebuah masyarakat sudah sampai ke tingkat
berbangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya, maka azab Allah pasti
akan menerjangnya dengan amat dahsyat, yang mengakibatkan dirinya
dilanda penyesalan untuk selama-lamanya. Firman-Nya:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ
يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا ﴿٦٦﴾
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا
فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا ﴿٦٧﴾ رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ
الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا ﴿٦٨﴾
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balik di Neraka, mereka
berkata, ‘Alangkah baiknya, andai kami taat kepada Allah dan taat kepada
Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu meraka menyesatkan
kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpahkan kami kepada
mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 66-68)
Sebaliknya, orang yang pilihannya jatuh pada ketaatan kepada
kehendak-kehendak-Nya dan ketaatan itu telah membentuk kepribadiannya
yang khas, maka ia akan menjadi orang shalih, pribadi yang konsisten
dalam menjalankan aturan agama Allah. Apa pun resiko yang diterimanya ia
akan tetap berada dalam ketaatan.
Meskipun resiko yang dia tanggung akibat ketaatannya itu menyebabkan
dirnya harus berderai air mata karena kesedihan yang dideritanya. Namun,
ia tetap bergeming dalam ketaatan kepada-Nya.
Keteguhannya itu diperkokoh dengan keyakinan akan pembalasan Allah yang sangat baik di Akhirat kelak.
“Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati".
"Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka
(dengan) Surga dan (pakaian) sutera, di dalamnya mereka duduk bertelakan
di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari
dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon Surga
itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya
semudah-mudahnya".
"Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan
piala-piala yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat)
dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam
Surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah
jahe. (yang didatangkan dari) sebuah mata air Surga yang dinamakan
salsabil".
"Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap
muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang
bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (Surga), niscaya kamu akan
melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar ".
"Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal
dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan
memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah
balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). Kafur
ialah nama suatu mata air di Surga yang airnya putih dan baunya sedap
serta enak sekali rasanya.” (QS. al-Insan [76] : 5-22)
Wallahu A’lam.
Sumber :http://www.eramuslim.com
Posting Komentar untuk "Tertawa dan Menangis "